Selasa, 31 Januari 2012

TANTANGAN DAN PERMASALAHAN SB ( SERIKAT BURUH )

Mencermati kondisi & perjuangan gerakan buruh Indonesia yang belum memberikan hasil maksimal, kiranya menjadi sebuah kemestian bagi para aktivis SB untuk membaca ulang masalah yang mengitarinya. Walaupun permasalahan yang dialami setiap organisasi SB mempunyai perbedaan secara tehnis tetapi secara prinsip tidak akan jauh berbeda. Membaca ulang masalah perburuhan juga menjadi awal yang baik untuk menyusun kembali langkah-langkah dan strategi yang akan dijalankan.

Membaca ulang permasalahan yang ada, tidak akan menjadi sia-sia, jika dilakukan secara mendalam dan komprehensif serta berani membongkar tembok-tembok besar yang menjadi penghalang kemajuan serikat pekerja selama ini. Namun sebaliknya jika tidak dilakukan secara mendalam dan komprehensif akan menghasilkan hasil yang tidak optimal yang hanya tampak masalah kulitnya saja.

Identifikasi masalah yang mendalam dan menyeluruh merupakan langkah awal dari sebuah perubahan. Cuma dalam realitasnya tidak semua organisasi termasuk organisasi SB jarang yang melakukannya, sehingga konsisi SB tidak mengalami perubahan yang berarti. Andaikata ada yang memahami pentingnya melakukannya, khawatir akan membongkar diri dan orang di sekitarnya yang selama ini ternyata menjadi sumber masalah.

Evaluasi yang sempit yang dilakukan organisasi serikat pekerja hanya akan melihat masalah buruh hanya masalah regulasi kebijakan manajemen dan regulasi kebijakan pemerintah dalam hal ketenagakerjaan. Masalah hanya dilihat dari aspek hukum saja, sehingga yang dianggap penting hanyalah pemahaman hukum serta reformasi hukum saja.

Namun apa yang terjadi, setelah kita dan para pengurus lainnya menguasai hukum ketenagakerjaan dan kita mampu melakukan negoisasi yang baik pada manajemen dan pemerintah, ternyata masih terkendala oleh komitmen manajemen memberikan janji yang telah disepakati serta terkendala oleh lemahnya komitmen para penegak hukum untuk menegakkan hukum yang membuat regulasi yang sudah baik menjadi tidak bermakna.

Bergerak tanpa Cita-cita Jangka Panjang

Problem paling mendasar yang dihadapi berbagai Serikat pekerja adalah organisasi tidak mempunyai sebuah cita-cita jangka panjang tentang bagaimana nasib buruh 5, 10 atau 20 tahun lagi atau bahkan 100 tahun lagi. Kelemahan dari tiadanya cita-cita jangka panjang akan membuat perjuangan menjadi bersifat temporer serta pragmatis. Konsoekuensi dari perjuangan tempoerer akan menghasilkan aktivis yang setengah hati dalam berjuang, sedangkan konsoekuensi perjuangan yang bersifat pragmatis akan melahirkan oportunis-oportunis yang hanya mendompleng keberadaan SP untuk kepentingan dirinya, entah itu kepentingan politis ataupun ekonomis.

Konsekuensi logis perjuangan tanpa sebuah cita-cita besar adalah lemahnya kesadaran untuk melakukan perubahan sistem, karena yang dikejar adalah hanya perubahan kesejahteraan personal bukan kesejahteraan kolektif. Ketika yang dikejar hanya kesejahteraan personal entah yang bersifat materi ataupun non materi maka spirit pergerakan akan hilang. Setiap anggota hanya mau berjuang untuk kepentingannya masing-masing dan otomatis pengorbanan yang di lakukan pun hanya bermotif personal.
Kultur sebuah organisasi yang pragmatis dan temporal disebabkan oleh elit dan anggota yang tidak mempunyai dan tidak mau mempunyai visi jangka panjang. Akibatnya tidak ada yang serius untuk berjuang secara maksimal. Dan ketika melakukan atau menjalankan program tentunya juga tidak terlalu serius untuk menjalankannya. Sehingga ketika melakukan organizing, hanya sekedar organizing tanpa makna.

Persoalan konflik internal

Di saat tantangan eksternal sangat kuat, harusnya SB membenahi kondisi internal kaum buruh yang sebagian besar kondisinya sedang mengalami involusi (bergerak tetapi tidak produktif, karena arah pergerakannya tidak keluar, tetapi kedalam ) yang berefek pada perpecahan internal. Lemahnya idealisme dan manajerial pemimpin buruh menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadi konflik internal yang kuat atau yang menyebabkan buruh kekuatan buruh menjadi sangat lemah.

Sebuah konflik internal akan ber-efek pada habisnya energi untuk mengurus konflik internal, sementara permasalahan yang lebih besar seperti bagaimana mencegah terjadinya PHK, mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan serta bagaimana mengupayakan adanya kenaikan upah yang layak serta pemberian subsidi pendidikan, kesehatan dan transportasi tidak tersentuh secara maksimal.

Selain problem manajerial, problem pengorganisasian menjadi penghalang perjuangan kaum buruh menjadi terhambat. Hal ini disebabkan karena ketidaksiapan dan ketidak maksimalan pengurus dalam mengorganize anggota. Terkadang para pengrus tidak mempunyai pemahaman yang kuat akan pentingnya organizing. Kalau hal ini terjadi di tingkat Federasi biasanya karena masing-masng pengurus yang berasal dari unit atau komisariat yang berbeda merasa tidak terlalu peduli dengan nasib anggota yang berasal dari unit yang berbeda.

Pudarnya Kesadaran personal

Ada sesuatu yang menarik dan perlu dikritisi antara realitas personality buruh dengan perubahan sosial, pertama : Mengapa sebuah reformasi tidak membuahkan hasil secara maksimal buat buruh ? apakah karena buruh sendiri memang lemah dan tidak solid ? Kalau memang lemah, mengapa buruh lemah, padahal dari sisi jumlah sangat besar ? ataukah karena gerakan buruh masih individualis, yakni hanya mau berjuang ketika mereka mempunyai masalah ?

Ketika perjuangan buruh ekslusif, Apakah buruh mampu melakukan perubahan tanpa perlu bergandengan tangan dengan elelmen sosial lainnya seperti mahasiswa, tani, nelayan, kaum cendikiawan serta kaum agamawan ?

Jangan-jangan bukan karena pengusaha dan pemerintahnya yang kuat, tetapi bisa jadi karena buruhnya yang sangat lemah dihadapan pemerinytah, penguasa. Jangan –jangan karena persepsi kita tentang SB yang masih bermasalah, sehngga perjuangan SB menjadi mati suri. Ataukah karena buruhnya terlalu malas dan egois untuk menuntut pengetahuan tentang hukum, gerakan dan ekonomi – politik, sehingga menjadi kelompok sosial yang tidak berkembang. Ataukah karena buruh tidak mempunyai cita-cita kongkret dan universal ? Apakah motif perjuangan buruh hanya untuk dirinya sendiri, tanpa mau memikirkan orang lain yang juga tertindas ?

Kalau memang permasalahan internal sangat kuat, tentunya dari sekian banyak permasalahan yang ada, masalah internal harus menjadi prioritas. Tidak akan mungkin sebuah reformasi terjadi tanpa adaanya sebuah dukungan yang solid, dan tidak akan mungkin ada sebuah revolusi tanpa adanya spirit perjuangan yang kuat disertai konsep perjuangan yang baik serta syarat pengorbanan yang bukan hanya sebuah wacana.

Kita harus jujur jika diri kita pun ternyata menjadi penghambat perjuangan atau selama ini ternyata hanya berwacana saja alias omdo. Kita juga harus jujur jika diri kita ternyata menjadi penyebab utama keterpurukan organisasi kita. Kita juga harus berani mundur dari jabatan yang kita pimpin apabila memang mundur adalah pilihan terbaik bagi organisasi yang kita pimpin. Dan sebaliknya kita harus siap sedia berkorban lebih besar lagi untuk kemajuan organisasi. Dan kita juga harus menjadi penggerak organisasi menuju kejayaan bukan penggerak organisasi menuju kehancuran.

Senin, 30 Januari 2012

SEMANGAT GERAKAN BURUH DI JEGAL..?

DALAM SEBUAH MAJALAH DARI ITHACA, NEW YORK, AMERIKA SERIKAT. TULISAN ITU MENGEMUKAKAN IRONI SBB.: HARI BURUH INTERNASIONAL, 1 MEI, SESUNGGUHNYA PADA AWALNYA DIRAYAKAN UNTUK MEMPERINGATI PEMOGOKAN 350.000 ORANG BURUH YANG DIORGANISIR OLEH FEDERASI BURUH AMERIKA PADA TANGGAL 1 MEI 1886 DI BANYAK TEMPAT DI AMERIKA SERIKAT UNTUK MENUNTUT WAKTU KERJA 8 JAM SEHARI. AKAN TETAPI KETIKA SERATUS TAHUN LEBIH KEMUDIAN DI BANYAK NEGERI HARI INI DIRAYAKAN OLEH KAUM BURUH, DAN BAHKAN DIAKUI SECARA RESMI OLEH NEGARA, JUSTRU DI TANAH ASALNYA SUDAH DILUPAKAN ORANG.


MENGAPA PERISTIWA 1 MEI ITU KEMUDIAN MENJADI HARI BURUH INTERNASIONAL?


DI CHICAGO PEMOGOKAN PADA TANGGAL 1 MEI 1886 ITU DEMIKIAN MENYELURUH SEHINGGA SEMUA BISNIS DI KOTA ITU PUN LUMPUH. DUA HARI KEMUDIAN POLISI DENGAN MEMBABI-BUTA MENEMBAKI PEMOGOK YANG BERHAMBURAN; EMPAT ORANG TEWAS DAN JAUH LEBIH BANYAK LAGI LUKA-LUKA. INI MENIMBULKAN AMARAH DI KALANGAN KAUM BURUH: SEBAGIAN MENGANJURKAN SUPAYA MEREKA MEMBALAS DENGAN MENGANGKAT SENJATA.

KEESOKAN HARINYA, KETIKA POLISI BERUSAHA MEMBUBARKAN AKSI DAMAI DI LAPANGAN HAYMARKET DI KOTA CHICAGO, SEBUAH BOM DILEMPARKAN ORANG KE TENGAH PARA POLISI, SEHINGGA 70 ORANG TERLUKA. POLISI PUN KEMBALI DENGAN MEMBABI-BUTA MENEMBAKI PESERTA AKSI, SEHINGGA SAMPAI 200 ORANG TERLUKA, DAN BANYAK YANG TEWAS. MESKIPUN TIDAK DAPAT MENEMUKAN SIAPA YANG MELEMPARKAN BOM TADI, POLISI MENANGKAP DELAPAN ORANG PEMIMPIN BURUH REVOLUSIONER, MESKIPUN TUJUH DI ANTARA MEREKA TIDAK BERADA DI SITU WAKTU KEJADIAN ITU. KEDELAPAN PEMIMPIN ITU DITANGKAP HANYA KARENA KEYAKINAN POLITIK MEREKA. SEMUANYA DIJATUHI HUKUMAN MATI, DAN KEBANYAKAN DARI MEREKA DIEKSEKUSI.

KABAR MENGENAI PENGADILAN PARA PEMIMPIN BURUH ITU MENIMBULKAN GELOMBANG PROTES KERAS DI BERBAGAI KALANGAN BURUH DI NEGERI-NEGERI LAIN JUGA. TAHUN 1889 SOSIALIS INTERNASIONAL PUN KEMUDIAN MENYATAKAN 1 MEI SEBAGAI HARI DEMONSTRASI, DAN SEJAK TAHUN 1890 PUN TANGGAL 1 MEI UNTUK PERTAMA KALINYA DIRAYAKAN SEBAGAI HARI BURUH INTERNASIONAL.

KETIKA BERBAGAI ORGANISASI BURUH DI AMERIKA SERIKAT BERUSAHA MENDAPATKAN PENGAKUAN PERAYAAN HARI BURUH, SEBAGIAN KAUM REAKSIONER MEMILIH MERAYAKANNYA PADA HARI SENIN PERTAMA BULAN SEPTEMBER. MEREKA MEMBERIKAN ALASAN YANG AMAT REMEH: HARI INI AKAN MERUPAKAN HARI LIBUR YANG PAS UNTUK MENGISI JEDAH PANJANG ANTARA HARI KEMERDEKAAN, 4 JULI, DAN HARI SYUKURAN (THANKSGIVING DAY) PADA BULAN NOVEMBER. DEMIKIANLAH MAKA SUATU LAMBANG MILITANSI PERLAWANAN KAUM BURUH DIGESER MAKNANYA MENJADI HARI YANG DIAPIT OLEH PERAYAAN PATRIOTISME DAN KEKELUARGAAN.

NAMUN DEMIKIAN PARA AKTIVIS PERGERAKAN BURUH YANG MILITAN TETAP MERAYAKAN HARI BURUH PADA TANGGAL 1 MEI. NAMUN PADA AWAL PERANG DINGIN, TAHUN 1947, DI TENGAH-TENGAH HISTERIA ANTIKOMUNIS, ORGANISASI VETERAN AMERIKA SERIKAT MENUNTUT SUPAYA NAMA PERAYAAN TANGGAL 1 MEI DIGANTI MENJADI “HARI KESETIAAN.” TUNTUTAN INI DIPENUHI OLEH DPR DAN SENAT, SEHINGGA SEJAK ITU TANGGAL 1 MEI PUN DIRAYAKAN SEBAGAI HARI KESETIAAN, TERUTAMA UNTUK MEREBUT KHALAYAK RAMAI YANG BIASANYA MENGHADIRI PERAYAAN HARI BURUH INTERNASIONAL YANG DIADAKAN OLEH PARTAI KOMUNIS AMERIKA. DAN MEMANG PADA TAHUN 1950-AN PERAYAAN HARI KESETIAAN INI DIGUNAKAN SEBAGAI SENJATA MELAWAN PERGERAKAN BURUH YANG KIRI, DENGAN PERWUJUDAN SUMPAH SETIA KEPADA NEGARA. BARU PADA TAHUN 1960-AN, KARENA HARI KESETIAAN INI DIHUBUNGKAN DENGAN DUKUNGAN TERHADAP AGRESI AMERIKA SERIKAT DI VIETNAM YANG TIDAK POPULER ITU, MAKA PERAYAANNYA MAKIN LAMA MAKIN SUSUT. NAMUN BERSAMAAN DENGAN ITU PERAYAAN HARI BURUH 1 MEI DI AMERIKA SERIKAT JUGA MENYUSUT, SEHINGGA KINI KEBANYAKAN ORANG SUDAH LUPA TENTANG SEJARAH INI. SUNGGUH SESUATU YANG IRONIS.


SETALI TIGA UANG ...


MENGAPA SAYA PANJANG-LEBAR MENCERITAKAN SEJARAH NEGERI LAIN?

BUKANNYA KEBETULAN, KIRANYA, BAHWA DI INDONESIA HARI BURUH INTERNASIONAL TANGGAL 1 MEI JUGA TIDAK DIRAYAKAN LAGI SESUDAH MILITER (KHUSUSNYA TNI-AD) MENUMPAS KESELURUHAN PERGERAKAN KIRI INDONESIA, TERMASUK TENTU SAJA PERGERAKAN BURUH YANG MILITAN DALAM WADAH SOBSI (SENTRAL ORGANISASI BURUH SELURUH INDONESIA), SESUDAH PERISTIWA 1 OKTOBER 1965. PARA JENDERAL ANTEK KAPITALIS AMERIKA SERIKAT DAN INGGRIS PUN SECARA SISTEMATIS MEMBANTAI, MENANGKAP DAN MENAHAN SELAMA BERTAHUN-TAHUN TANPA PROSES HUKUM, DAN MENYIKSA PARA PEMIMPIN BURUH, BERSAMA DENGAN PARA AKTIVIS PERGERAKAN PROGRESIF LAINNYA, YANG MEREKA ANGGAP SEBAGAI MUSUH MEREKA DALAM “PERJUANGAN” MENEGAKKAN REZIM FASIS-MILITERISTIK ORDE BARU YANG MERUPAKAN KEPANJANGAN TANGAN DARI IMPERIALISME.

SETIDAKNYA KAUM IMPERIALIS “JUJUR”: MEREKA BERSORAK-SORAI MENYAMBUT PENGHANCURAN KESELURUHAN PERGERAKAN KIRI INDONESIA SEBAGAI HADIAH TERBESAR YANG DAPAT MEREKA PEROLEH PADA PARUH KEDUA ABAD KE-20. DAN PARA JENDERAL FASIS SERTA TEKNOKRAT DAN PENGUSAHA KOMPRADORNYA JUGA DENGAN TIDAK PERNAH MERASA “MALU” MENUNJUKKAN WATAK KELAS MEREKA DENGAN SECARA FASIHNYA BERBICARA MENGENAI “KEUNTUNGAN KOMPARATIF” (COMPARATIVE ADVANTAGE) BERUPA KAUM “PEKERJA” YANG PENURUT DAN DAPAT DIPEKERJAKAN DENGAN UPAH YANG “KOMPETITIF.”

PENGHANCURAN PERGERAKAN BURUH MILITAN PADA TAHUN 1965–66 BUKANLAH TERJADI SECARA MENDADAK. SUDAH SEJAK TAHUN 1950-AN, TERUTAMA DALAM KAITANNYA DENGAN STATUSNYA SEBAGAI PENGUASA WILAYAH DALAM KEADAAN DARURAT YANG DIPICU OLEH PEMBERONTAKAN DI BERBAGAI DAERAH WAKTU ITU, DAN JUGA SEBAGAI PENGELOLA BARU PERUSAHAAN-PERUSAHAAN BELANDA YANG DINASIONALISASI, KEBANYAKAN PERWIRA MILITER, KHUSUSNYA TNI-AD, KIRANYA KARENA LATAR BELAKANG KELASNYA YANG FEODAL DAN KEPENTINGAN EKONOMINYA YANG MENGAITKANNYA DENGAN KAUM KAPITALIS KOMPRADOR, SENANTIASA MENGANGGAP KAUM BURUH YANG MILITAN SEBAGAI PENGGANGGU.

SUDAH SEJAK TAHUN 1950 PUN DI BEBERAPA DAERAH PENGUASA TERITORIAL MILITER MENGELUARKAN PERINTAH YANG MELARANG PEMOGOKAN. TAHUN 1951 KEMENTERIAN PERTAHANAN MEMPERKUAT PERATURAN DAERAH INI DENGAN MENGELUARKAN LARANGAN PEMOGOKAN DALAM INDUSTRI-INDUSTRI “VITAL.” PADA TAHUN YANG SAMA TERJADI “TEROR AGUSTUS,” KETIKA BANYAK TOKOH KIRI, TERMASUK YANG MENJADI ANGGOTA DPRS, DITANGKAP DAN DITAHAN OLEH PEMERINTAH DENGAN DUKUNGAN MILITER. JUMLAH ORANG YANG DITAHAN MENCAPAI 15.000. YANG PATUT DICATAT, BANYAK DI ANTARA MEREKA ITU BUKAN ANGGOTA PKI, MELAINKAN AKTIVIS YANG BERSIMPATI DENGAN PERGERAKAN BURUH.

PADA TATARAN SIMBOLIK, SUDAH PADA TAHUN 1963 ADA USAHA UNTUK MENGGANTI ISTILAH BURUH DENGAN ISTILAH KARYAWAN. USUL PENGGANTIAN INI DIAJUKAN OLEH ORGANISASI “BURUH” YANG DIDIRIKAN UNTUK MENANDINGI SOBSI, YAKNI SOKSI (SENTRAL ORGANISASI KARYAWAN SELURUH INDONESIA), YANG BELAKANGAN SESUDAH BERDIRINYA REZIM ORDE BARU MENJADI SALAH SATU KINO DALAM GOLKAR. TERINGAT OLEH KITA USAHA SERUPA YANG DILAKUKAN OLEH LAKSAMANA SUDOMO SEWAKTU MENJADI MENTERI TENAGA KERJA PADA TAHUN 1980-AN AWAL, DAN AGAK BERHASIL JUGA MENGGANTI KATA BURUH DENGAN PEKERJA. SEMANGAT YANG DIWAKILI OLEH ISTILAH KARYAWAN DAN PEKERJA INI MASIH JUGA MERUPAKAN PENUMPUL PERGERAKAN BURUH DI INDONESIA.

SEJALAN DENGAN SEMANGAT REAKSIONER ITU, PERHATIKAN PENGGANTIAN NAMA KEMENTERIAN ATAU DEPARTEMEN DARI PERBURUHAN MENJADI TENAGA KERJA, YANG DILAKUKAN KETIKA MENTERINYA ADALAH SEORANG JENDERAL POLISI, YAITU AWALOEDIN DJAMIN, PADA TAHUN 1967. APABILA SUATU KEMENTERIAN PERBURUHAN, DENGAN SEGALA KETERBATASANNYA, MASIH DAPAT MELAKUKAN PEMBELAAN ATAU ADVOKASI KEPADA KEMANDIRIAN DAN KESEJAHTERAAN BURUH, YANG MERUPAKAN AMANAT PENDIRIAN REPUBLIK INI, MAKA SUATU KEMENTERIAN TENAGA KERJA CENDERUNG MEMPERLAKUKAN PARA TENAGA KERJA SEBAGAI “MASALAH” YANG HARUS DISELESAIKAN DENGAN BERBAGAI TAKTIK BUSUK PENJINAKAN. KALAU PADA AWAL-AWAL REPUBLIK ACAPKALI MENTERI PERBURUHAN DIAMBILKAN DARI ORANG PERGERAKAN, DI BAWAH REZIM ORDE BARU SIGNIFIKAN SEKALI SEMANGAT MENGUNGKUNG KAUM BURUH APABILA DILIHAT SIAPA SAJA YANG DIJADIKAN MENTERI TENAGA KERJA. KALAU BUKAN JENDERAL ATAU LAKSAMANA YANG PAKAR DALAM STRATEGI TEROR NEGARA DAN DALAM KOMPRADORISME MACAM SUDOMO, MAKA DIAMBILKANLAH PENGUSAHA MACAM ABDUL LATIEF.


BANGUN, DIJEGAL, JATUH, BANGUN LAGI, DIJEGAL LAGI, ....


DEMIKIANLAH SEJARAH PERGERAKAN BURUH DI INDONESIA (DAN DI NEGERI-NEGERI LAIN DI DUNIA) DITANDAI OLEH JATUH-BANGUNNYA. PATUT DICATAT (WALAUPUN HINGGA KINI MASIH DISEMBUNYIKAN DALAM SEJARAH RESMI KARANGAN NEGARA) BAHWA KAUM BURUH SEJAK AWAL ABAD KE-20 MERUPAKAN BAGIAN INTEGRAL DARI PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA. KARENA ACAPKALI PERGERAKAN BURUH DI MASA ITU MEMILIKI MILITANSI DAN RADIKALISME KIRI, MAKA TERUTAMA SESUDAH PERISTIWA 1 OKTOBER 1965, SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INI DIHILANGKAN, SETIDAK-TIDAKNYA DALAM KESADARAN BERSAMA RAKYAT KITA.

PERGERAKAN AWAL INI DITUMPAS OLEH PEMERINTAH KOLONIAL BELANDA PADA TAHUN 1926–27. PARA PEMIMPINNYA BANYAK YANG DIBUANG DI DIGUL, PAPUA, DAN BANYAK DI ANTARANYA TEWAS DI SANA. PENUMPASAN INI TERULANG LAGI PADA TAHUN 1965–66 KETIKA KESELURUHAN PERGERAKAN KIRI DITUMPAS LAGI, DAN PADA TAHUN 1969 PULUHAN RIBU TAHANAN POLITIK PUN DIKIRIM KE KAMP KONSENTRASI SERUPA DI PULAU BURU, MALUKU.

DI ANTARA KEDUA PERISTIWA DAHSYAT ITU, PERGERAKAN BURUH BANGKIT KEMBALI SESUDAH PROKLAMASI KEMERDEKAAN, BERSAMAAN DENGAN USAHA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN, WALAUPUN PERHATIKAN BAHWA PERGERAKAN INI SEGERA DIPUKUL KEMBALI DAN TERUS-MENERUS SEPANJANG TAHUN 1950-AN DAN 1960-AN OLEH KAUM REAKSIONER, BAIK POLITISI SIPIL MAUPUN MILITER. DAPAT KITA BACA SEMANGAT REZIM SOEKARNO PUN KETIKA DALAM HAL NASIONALISASI PERUSAHAAN-PERUSAHAAN ASING, BUKANNYA MENYERAHKAN PENGELOLAANNYA KEPADA PARA BURUHNYA, TETAPI LEBIH PERCAYA KEPADA MILITER YANG SEDANG PERLU “DIKARYAKAN” (BAGIAN DARI DWIFUNGSI ABRI YANG MERUPAKAN BENCANA ITU). BEGITULAH SIFAT REZIM BURJUASI NASIONAL PUN. BAHKAN KETIKA PKI, YANG SEHARUSNYA BERPIHAK PADA KAUM BURUH, MENJADI BAGIAN DARI FRONT NASIONAL PADA AWAL MASA DEMOKRASI TERPIMPIN, SOBSI PUN DIANJURKAN UNTUK MENGURANGI MILITANSINYA, SESUATU YANG TIDAK TERLAMPAU DITERIMA DENGAN SENANG HATI DI KALANGAN PARA PEMIMPINNYA.

NAMUN SATU HAL YANG DAPAT MEMBUAT KITA BERBESAR HATI ADALAH BANGKITNYA KEMBALI PERGERAKAN BURUH PADA AWAL TAHUN 1990-AN, YANG MASIH TERUS BERLANGSUNG HINGGA SEKARANG. WALAUPUN DIPUKUL DAN BERUSAHA DITUMPAS DENGAN DAHSYAT OLEH MILITER, BAHKAN HINGGA SEKARANG PUN, PERGERAKAN INI MAKIN MEMBESAR DAN MENGUAT, APA LAGI DENGAN DIDUKUNG OLEH TERBUKANYA RUANG DEMOKRATIK SESUDAH BERAKHIRNYA REZIM AUTOKRATIK SOEHARTO.


PERJALANAN MASIH JAUH ...


PERJALANAN DAN PERJUANGAN MASIH JAUH. KIRANYA DARI MELIHAT SEJARAH PERGERAKAN BURUH DI NEGERI INI, ADA BEBERAPA HAL YANG DAPAT KITA CATAT:

• PARA PENJEGAL HARUS DIWASPADAI, DAN TERUS DIDESAK AGAR TIDAK DAPAT MENJEGAL LAGI. KARENA ITULAH HARUS DIDESAKKAN AGAR MILITER TIDAK LAGI IKUT CAMPUR DALAM KASUS-KASUS PERBURUHAN. HAL INI DAPAT DICAPAI APABILA STRUKTUR TERITORIAL TNI-AD (KODAM, KOREM, KODIM, KORAMIL, BABINSA) DIBUBARKAN. POLISI YANG MILITERISTIK DAN BRUTAL HARUS SEGERA DIDESAK SUPAYA MENJADI POLISI YANG LEBIH SANTUN, BERADAB, DAN BERPIHAK KEPADA RAKYAT, KHUSUSNYA KAUM BURUH.

• PENGGUSURAN MILITER DARI PERAN SOSIAL-POLITIKNYA DIDUKUNG OLEH KAUM KAPITALIS GLOBAL, KARENA KORUPSI YANG DITUMBUHKANNYA MENGGANGGU KELANCARAN BERBISNIS MEREKA. KITA TIDAK BOLEH TERBUAI DENGAN DUKUNGAN INI, MELAINKAN WASPADA AKAN ANCAMAN GLOBALISASI YANG DIHEMBUSKAN OLEH KAPITALISME DALAM WAJAHNYA YANG NEOLIBERAL. PERJUANGAN BURUH TETAP HARUS DILAKUKAN DENGAN SEMANGAT INTERNASIONAL.

• KALAUPUN SUATU SAAT NANTI KAUM KOMPRADOR DAPAT DIGUSUR, TETAP HARUS HATI-HATI JUGA DENGAN BURJUASI NASIONAL YANG MENGUASAI ARENA POLITIK SAAT INI. PERTANYAAN TERAMAT PENTING: APAKAH KAUM BURUH INDONESIA TETAP MEMILIH UNTUK BERADA DI LUAR ARENA POLITIK KEPARTAIAN, DENGAN SEGALA KEUNTUNGAN DAN RISIKONYA, ATAUKAH AKAN MASUK KE DALAM ARENA ITU DAN MEREBUT KEKUASAAN?

Sabtu, 28 Januari 2012

Kronologis Demo Massal Buruh Se Kab.Bekasi 27 Januari 2012

Mogok massal Buruh Bekasi menguasai kawasan Indurtri dan jalan tol hari ini, bukanlah yang pertama kali dilakukan. Pada 19 Januari 2012 lalu, Buruh di seluruh kawasan industri dan memblokir jalan tol Jakarta-Cikampek saat menggelar aksi unjuk rasa menuntut kenaikan upah. Buntutnya, kemacetan panjang hingga kawasan Cikunir pun tak bisa terhindarkan. 

Sumber permasalahan aksi masal Buruh Bekasi adalah keputusan Pengadilan Tata usaha Niaga (PTUN) Bandung yang memenangkan gugatan UPK Bekasi tahun 2012 yang diajukan DPK Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Bekasi.

UMK Bekasi tahun 2012 sebetulnya lahir dari hasil rekomendasi Dewan Pengupahan Kab Bekasi yang dalam proses dan mekanisme pembahasannya telah melibatkan organisasi pengusaha (Apindo Bekasi). 

DPK Apindo Kab Bekasi memang melakukan aksi walkout di saat terakhir perundingan dan akhirnya Dewan Pengupahan Kabupaten melalui mekanisme voting tetap menyepakati angka UMK Bekasi. 

"Buruh tidak puas terhadap UMK angka tersebut. Karena angka buruh di kisaran Rp2.247.000, sementara yang disepakati hanya sekitar Rp1.491.866. Walau jauh dari harapan, namun buruh terpaksa menerima angka tersebut karena menghormati mekanisme yang ada dan kesepakatan yang disepakati bersama.

Rekomendasi UMK Kab Bekasi pun lolos tanpa cacat sekaligus ditandatangani dan disahkan dalam rapat pleno Dewan Pengupahan Provinsi Jabar yang didalamnya terdiri dari unsur Serikat Pekerja, Pemerintah, termasuk DPP Apindo Provinsi Jabar. Semua perwakilan tersebut, termasuk DPP Apindo Jabar, menandatangani surat rekomendasi yang akhirnya disahkan dalam bentuk SK Gubernur 

Dalam perkembangannya, DPK Apindo Bekasi kemudian melayangkan gugatan ke PTUN Bandung untuk mencabut SK Gubernur mengenai UMK Kab Bekasi tersebut. Langkah pengusaha pun ditanggapi dengan ancaman buruh yang akan menggelar aksi demonstrasi pada 16 hingga 19 Januari 2012. 

Aksi itu urung dilakukan setelah DPP Apindo Kabupaten Bekasi dengan Serikat Pekerja menyepakati beberapa poin dari pertemuan di Hotel Grand Sahid, Jakarta. Dalam kesepakatannya, DPP Apindo berjanji akan mencabut gugatannya di PTUN Bandung pada Kamis, 19 Januari 2012. Serikat Pekerja sepakat membatalkan rencana aksi demonstrasi tersebut. 

Disinilah persoalan kembali muncul. DPK Apindo Bekasi ternyata tak kunjung mencabut gugatannya di PTUN Bandung hingga waktu yang disepakati akan tetapi melanjutkan sidang gugatannya. Para buruh menilai, kuasa penggugat tidak menunjukan itikad baik. 

Sampai pada Kamis, 26 Januari 2012, sidang PTUN Bandung pun membacakan putusan yang memenangkan gugatan DPK Apindo Bekasi. Majelis Hakim memerintahkan agar Gubernur Jabar merevisi SK UMK Tahun 2012. 

Menanggapi pendudukan jalan tol oleh buruh di Bekasi ini, kalangan pengusaha angkat bicara soal masalah tersebut. Salah satu anggota Apindo yang juga merupakan Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Industri Alas Kaki Indonesia (Aprisindo), Binsar Marpaung, menilai perundingan penetapan UMK seharusnya terjadi secara tripartit.

Committee of Manpower, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Mulyadi Djaya, menambahkan, permasalahan demo masal buruh sebenarnya tak ada kaitannya dengan kemenangan gugatan di Pengadilan Tinggi Usaha Negara Bandung. Mereka menilai permasalahan muncul karena adanya pengingkaran penerbitan Surat Keputusan (SK).

"SK Gubernur saya lihat juga karena hasil dari sebelum adanya perundingan-perundingan, ada penyimpangan. Hasil perundingan dan keputusannya lain, sehingga Gubernur harus turun tangan," kata Mulyadi.

Perjuangan Gerakan Melalui Legal Action

Eskalasi gerakan buruh di era reformasi ini, tidak hanya melulu masalah tuntutan buruh yang bersifat normatif. Bahkan kesadaran politik yang ada pada buruh acap kali bersinggungan dan mengusung isu dan hal-hal yang berbau politik yang cenderung menggugat kebijakan pemerintahan. Organisasi buruh yang berkembang pesat, yang ditandai dengan berdirinya Serikat Pekerja (SP) di dalam setiap perusahaan, dapat dipastikan adalah faktor yang mendukung bahkan menjadi penyebab tingginya kesadaran itu. Kesadaran buruh itu telah tumbuh sejak lama dan akan terus tumbuh di masa depan, seiring dengan semakin menumpuknya persoalan, yang disebabkan karena pola penyelesaian yang tidak terselenggara secara memadai. Oleh karena itu pada gilirannya buruh akan menjadi kekuatan politik yang sangat dahsyat. Karena bersamaan dengan itu pendidikan dan kesadaran politik dan skema perjuangan semakin canggih dan berkekuatan besar. Dinamika buruh internasional juga akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap dinamika perburuhan di Indonesia. Sudah tidak asing bahwa berbagai gerakan buruh di berbagai negara seringkali menyokong gerakan buruh di nusantara atau juga sebaliknya. Gerakan buruh di berbagai negara akan memberikan pengaruh atau paling tidak inspirasi bagi gerakan buruh di Republik ini. Seiring dengan itu meningkat pula kesadaran hukum buruh Indonesia untuk memperjuangkan hak-haknya melalui pengadilan, semboyan yang menyatakan "meski langit hendak runtuh, hukum harus ditegakkan" menghinggapi buruh Indonesia, yang meng-aplikasi dalam wujud melakukan gugatan legal action melalui lembaga pengadilan. Melek-nya kesadaran hukum buruh ini untuk memperjuangkan hak-haknya melalui pengadilan, yang diyakini sebagai benteng terakhir keadilan ini ditandai dengan dimajukannya gugatan legal action karyawan PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) melalui Serikat Pekerja PLN terhadap PT. PLN yang diduga kuat telah berkong-kalikong dengan Paiton Energy dengan cara membeli satuan energi listrik menjadi begitu mahal, sehingga berpotensi merugikan keuangan Negara. Motif yang hampir sama dilakukan juga oleh karyawan PT. Indosat yang tergabung dalam Serikat Pekerja PT. Indosat dengan mengajukan gugatan actio popularis sehubungan penjualan saham PT. Indosat.

DEMO BURUH 27 JANUARI 2012 TERKAIT GUGATAN APINDO BEKASI

Karena sudah geram buruh pun melancarkan aksi turun ke jalan memadati area perempatan lippo cikarang terkait DPK APINDO BEKASI yang sudah 3 kali membohongi buruh dengan janji-janji yang menyesatkan
Putusan PTUN Bandung Memicu kemarahan Gerakan Serikat Buruh Indonesia ( GESBURI ) dan serikat lainnya untuk turun ke jalan. Kami merasa di bohongi oleh pihak DPK Apindo Bekasi dengan janji-janjinya yang katanya akan mencabut gugatannya terkait UMK Bekasi 2012.kondisi cikarang dan seantero bekasi dibuat lumpuh tak ada aktivitas satupun di perusahaan di kota bekasi.
































Kamis, 26 Januari 2012

PERJUANGAN BURUH

Buruh diikat dalam hubungan kerja (produksi). Tenaga mereka diperas untuk memenuhi target produksi. Hubungan ekonomi ini mengakibatkan buruh mengalami ketidak-adilan.
Mereka juga dikekang aktivitasnya dan diperlakukan sewenang-wenang. Perundang-undangan, intimidasi dan teror telah menekan aktivitas buruh, bahkan mengalami penindasan dari aparat bersenjata. Akibatnya, buruh terus mengalami perpecahan dan sulit menyatukan kepentingannya secara terorganisasi.
 
Buruh berusaha keluar dari ketidakadilan ekonomi dan penindasan politik tersebut. Mereka mengembangkan cara-cara untuk keluar dari situasi ini baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Upaya buruh keluar dari situasi ini dapat dikatakan sebagai perjuangan buruh. Perjuangan ini terutama nampak dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.

Perjuangan buruh itu merupakan suatu fakta yang tidak terbantahkan yang telah berlangsung sejak tumbuhnya lapisan buruh. Pada masa Orde Baru yang otoriter pun, buruh telah menunjukkan berbagai perjuangannya. Dan selama buruh merasa ada masalah, mereka akan terus melakukan perjuangan dalam berbagai kesempatan terutama dalam menuntut hak-hak mereka.

Apakah perjuangan buruh itu?

Perjuangan buruh adalah langkah-langkah dan tindakan-tindakan yang dilakukan buruh dalam mencapai tujuan tertentu baik perjuangan meningkatkan kesejahteraan maupun mempengaruhi kebijakan pemerintah atau negara untuk lebih melindungi hak-hak dan kepentingan buruh. Perjuangan buruh juga bisa meningkat secara politis.

Dalam perjuangan itu selalu digunakan cara-cara dan taktik-taktik dalam mencapai tujuan. Sebuah perjuangan bisa saja berhasil dan bisa pula gagal. Pada suatu saat meraih kemenangan terbatas, tapi pada kesempatan lain justru menemui kekalahan.

Kekalahan bisa digunakan sebagai pelajaran berharga agar perjuangan-perjuangan selanjutnya dapat diperbaiki untuk tidak menghasilkan kegagalan. Dan keberhasilan tidak bisa hanya diukur melalui hasil langsung pada tuntutan seperti upah langsung naik, melainkan juga hasil-hasil tak langsung seperti semakin banyaknya buruh ikut berjuang.

Bagaimana sifat politik perburuhan?

Tak ada kekuasaan ekonomi cuma dijalankan secara ekonomi belaka. Bukankah pengusaha telah menempuh cara-cara, mengorganisasikan kekuatan, membentuk fungsi-fungsi dan menyusun tujuan-tujuan yang sesuai dengan kepentingan mereka secara keseluruhan.

Atas dasar itu, pengusaha mewakilkan kepentingan-kepentingannya kepada "negara pengusaha" (capitalist state). Negara pengusaha inilah yang menjadi "wakil politik" yang legal dari pengusaha. Bagi buruh, mengenali politik berarti juga mengenali karakter "negara pengusaha" tersebut.

Pertama, pengusaha adalah golongan ekonomi minoritas yang berkuasa. Untuk dapat langgeng, pengusaha butuh alat politiknya yang legal, yakni "negara pengusaha". Negara ini berfungsi untuk melayani kepentingan-kepentingan pengusaha secara keseluruhan: menciptakan kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk akumulasi modal dan menghasilkan kembali sistem pengusaha. Termasuk pula fungsi menundukkan seluruh penduduk terutama buruh di bawah kepentingan pengusaha.

Kedua, agar terkesan mengakomodasi kepentingan semua golongan, diberlakukan sistem multipartai, parlemen dan perundang-undangan. Bisa saja dalam pemilihan umum, wakil-wakil buruh dapat suara dan masuk parlemen. Tapi semua ini dijalankan dalam kerangka "parlemen pengusaha" dan "perundang-undangan pengusaha". Karena itu, UU perburuhan yang dihasilkan tak pernah bersifat radikal terhadap pengusaha. Selalu saja merugikan kepentingan buruh.

Ketiga, berbagai propaganda yang sesuai dengan kekuasaan pengusaha terutama ditujukan untuk memecah-belah buruh sebagai golongan yang diupah atau digaji. Misalnya, profesional dan eksekutif terlalu bangga terhadap julukan-julukannya, sehingga mereka "merasa" berbeda dengan golongan buruh pabrik. Orde Baru memaksa buruh memakai konsep "karyawan" dan HIP (Hubungan Industrial Pancasila). Terpecah-belahnya kaum buruh melalui propaganda pemisahan buruh kerah putih (white collar) atau buruh berdasi dari buruh kerah biru (blue collar) telah membutakan mata pikiran buruh kerah putih untuk meletakkan dirinya sebagai golongan yang sama-sama diupah atau pemakan gaji.

Apakah buruh punya kekuatan?

Tapi politik seperti itu barulah sepihak belaka: orientasi pengusaha. Buruh tak diajak untuk mengenali kekuatannya sendiri. Buruh diseret-seret dalam perangkap yang ditata oleh golongan pengusaha dan "negara pengusaha". Sehingga buruh tak bisa keluar dan membebaskan diri dari pikiran yang menawan mereka untuk mengembangkan kekuatannya sendiri. Buruh tak pernah bisa bersatu dan membangun solidaritas dengan sesama golongannya.

Padahal, politik perburuhan yang berkembang selama ini sesungguhnya adalah hasil-hasil politik yang ditata, diatur dan diberlakukan menurut cara-cara, kekuatan-kekuatan, fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan golongan pengusaha demi langgengnya sistem ekonomi pengusaha. Kaum buruh tak pernah meletakkan politiknya untuk menata, mengatur dan memberlakukan politik menurut cara-cara, kekuatan-kekuatan, fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan yang memajukan kepentingan buruh dalam jangka panjang.

Sebaliknya, bila dilihat dari apa yang dihasilkan buruh berupa barang-barang dan jasa-jasa bagi kebutuhan masyarakat, segera bisa dirasakan betapa buruh memiliki kekuatannya yang hebat. Dengan tenaga kerja yang dikeluarkannya, kaum buruh telah menghasilkan prestasi ekonomi bahkan peradaban suatu masyarakat yang gemilang.

Kesadaran buruh terhadap kekuatannya sendiri adalah sangat penting bagi proses peletakan dasar-dasar perjuangan buruh. Bagaimana mereka dapat memiliki dasar-dasar yang cerdas dalam membangun kekuatan bersama?

Apakah buruh terus berjuang?

Buruh berjuang? Fakta atas berjuangnya buruh sudah tak terbantahkan lagi. Buruh terus berjuang dengan berbagai tuntutan yang diajukan mereka baik kepada pengusaha maupun pemerintah. Di mana saja buruh-buruh berhimpun dan kapan saja mereka pandang perlu mengambil prakarsa, pada setiap momen itu pulalah mereka melancarkan perjuangannya.

Pertama, buruh menunjukkan perjuangannya dengan cara mengusulkan atau mengajukan petisi tuntuan kepada pengelola perusahaan atau tempat-tempat kerja seperti mendatangi pengelola baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Kedua, buruh mengajukan tuntuan-tuntutan mereka dengan cara melakukan aksi pemogokan. Aksi bisa berjalan di dalam perusahaan atau tempat kerja dan bisa pula di luar tempat kerja mereka.

Ketiga, buruh melakukan perjuangan dengan cara mendatangi kantor pemerintah seperti Depnaker maupun parlemen DPR/DPRD agar aparat negara (state apparatus) memberikan tekanan terhadap perusahaan atau penguasa tempat kerja mereka.

Mengapa buruh berjuang?

Buruh dan pengusaha memang saling membutuhkan, karena keduanya terlibat di dalam hubungan kerja (produksi). Tapi, mengapa buruh harus berjuang menghadapi pengusaha?

Pertama, buruh dan pengusaha berada dalam hubungan yang saling bertentangan. Buruh adalah golongan yang diupah dan pengusaha adalah golongan pengupah. Pengusaha punya motif mengejar laba dengan cara menekan upah, sedangkan buruh punya motif meningkatkan upah.

Kedua, buruh merasakan ketidakadilan, karena hasil kerja yang sudah dipenuhinya telah memajukan perusahaan dan memperkaya pengusaha. Sementara buruh tidak menikmati hasil kemajuan perusahaan dan kemakmuran pengusaha. Mereka menderita secara ekonomi.

Ketiga, aturan-aturan termasuk disiplin kerja yang diterapkan pengusaha sering dirasakan melewati batas, sehingga memberatkan atau menekan buruh. Mereka merasa diperlakukan sewenang-wenang dan pada gilirannya mereka tidak bisa lagi menerima perlakuan tersebut.

Keempat, sejumlah perusahaan atau tempat kerja dibiarkan dengan kondisi kerja yang buruk. Buruh bisa mengalami sesak nafas dan penyakit paru-paru lainnya, rusaknya pendengaran (telinga), serta kecelakaan kerja baik akibat penggunaan alat-alat berat maupun bahan kimia yang berbahaya.

Kelima, buruh merasa diperlakukan tidak adil oleh kebijakan pemerintah dan perundang-undangan. Kebijakan pemerintah dan produk hukum yang dikeluarkan merugikan buruh seperti memberlakukan upah yang rendah dan mengekang buruh untuk berserikat.

Bagaimana caranya buruh berjuang?

Buruh punya berbagai cara untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya sebagaimana yang sudah ditunjukkan pada point 5.3. Secara garis besar dapat dikelompokkan dalam dua cara.

Pertama, buruh sering memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya secara spontan. Mereka bisa melakukannya dengan cara sendiri-sendiri dan bisa juga bersama-sama seperti pemogokan dan demonstrasi. Perjuangan spontan ini sifatnya sesaat atau ad hoc (khusus dan sementara).

Kedua, peningkatan perjuangan buruh bisa mendorong mereka menyusun rencana perjuangan yang lebih terumuskan. Mereka membentuk kelompok dan kemudian mendirikan serikat buruh sebagai alat perjuangannya. Dalam rumusannya, serikat ini menetapkan fungsi-fungsi pengorganisasian buruh dengan berbagai kegiatan yang bisa dijalankannya.

Perlukah buruh bersatu?

Ketika buruh melancarkan aksi pemogokan sebagai kekuatan kolektif, sebenarnya buruh sudah merasa bersatu. Dengan bersatu dalam pemogokan, buruh sudah menunjukkan kekuatannya. Tapi merasa bersatu seperti itu barulah bersifat spontan, belum menunjukkan kebutuhan yang berjangka panjang. Buruh perlu bersatu bukan karena didasarkan pada kepentingan sesaat.

Pertama, dalam perusahaan dan tempat-tempat kerja lainnya, buruh harus menyadari bahwa mereka adalah golongan yang sama, yakni sama-sama diupah dan digaji. Buruh harus merasa bahwa mereka merupakan satu golongan yang mengalami ketidakadilan ekonomi secara bersama.

Kedua, secara bersama (kolektif), setiap buruh juga menghadapi masalah-masalah yang sama dalam hubungan mereka dengan pengusaha. Mereka bisa menghadapi UMR yang rendah bersama-sama. Mereka juga bisa diperlakukan sewenang-wenang secara bersama.

Ketiga, dengan mengalami kenyataan pahit bersama-sama, sering menimbulkan rasa senasib dan sepenanggungan di antara buruh. Rasa solidaritas ini merupakan potensi bagi keperluan buruh untuk bersatu: membangun kekuatannya.

Keempat, berbeda dengan pengusaha, karena pengusaha sudah terwakili kebersatuan mereka di dalam sistem yang mereka bangun, atur dan berlakukan kepada buruh dan seluruh penduduk. Mereka punya perusahaan, asosiasi pengusaha, negara pengusaha, sistem hukum, sistem budaya dan ideologi. Buruh juga perlu membangun sistem perjuangannya.

Dengan begitu, untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya, buruh membutuhkan persatuan di antara mereka sebagai sebuah golongan yang mengalami ketidakadilan.

Apakah buruh itu pelaku perubahan sosial?

Setiap orang yang menjadi buruh patutlah merasa bangga, karena mereka digolongkan sebagai golongan yang tak pernah berhenti untuk berjuang. Karena terus-menerus berjuang, banyak ilmuwan yang kritis dan peneliti yang jujur, merasa kagum terhadap apa yang telah dilakukan buruh bagi masyarakatnya.

Sebagian dari hasil pengamatan dan penelitian mereka, disimpulkan bahwa kaum buruh digolongkan sebagai "pelaku perubahan sosial" atau "arsitek perubahan" ke arah masyarakat yang demokratis dan adil-sejahtera. Pengalaman perjuangan buruh di Korea Selatan, Thailand, Afrika Selatan dan Argentina, telah menempatkan kaum buruh sebagai "pelaku perubahan sosial" tersebut.

Munculnya "negara kesejahteraan" (welfare state) di Eropa Barat sama sekali tak bisa diabaikan dari perjuangan kaum buruh. Dari perjuangan buruh itulah masyarakat di negeri-negeri ini mendapatkan berbagai fasilitas murah dan gratis serta tunjangan sosial dari negara.

Sungguh besar jasa kaum buruh dalam membuahkan perubahan-perubahan tersebut. Melalui berbagai gerakan perjuangan buruh, prestasi-prestasi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, serta demokratisasi, dapat mengalami kemajuan.

Begitu juga perjuangan kaum buruh di Indonesia. Walaupun hasilnya masuk ke kantong-kantong pengusaha, tapi kemampuan ekonomi yang dikeluarkan kaum buruh telah ditunjukkan dengan prestasi mereka dalam menggenjot penghasilan ekspor manufaktur ringan seperti tekstil, pakaian jadi, sepatu dan kayu lapis sepanjang dekade 1980-an dan awal 1990-an. Tak ada keberhasilan ekonomi tanpa sumbangan penting yang diberikan kaum buruh.

Menyadari betapa kaum buruh telah menunjukkan sumbangannya yang sangat berarti bagi ekonomi maupun prestasi lainnya bagi masyarakatnya, maka kesadaran buruh sebagai "pelaku perubahan sosial" sangatlah penting untuk dimajukan. Kesadaran dan kebanggaan ini haruslah menjadi pendorong semangat dan mental bagi buruh sebagai pelaku - bukan menerima atau menangisi nasibnya yang diperas oleh pengusaha dan diperlakukan sewenang-wenang oleh negara.

Setiap buruh yang menyadari kedudukan mereka sebagai "pelaku perubahan sosial", pada umumnya tidak gampang menyerah. Mereka berusaha memupuk semangat dan mental rekan-rekannya untuk terus terlibat sebagai arsitek atau pelaku dalam berbagai perjuangan buruh.

Mengapa buruh sebagai pelaku perubahan?

Pengusaha adalah golongan pendiri dan sekaligus pemetik laba dari sistem produksi dan pasar kapitalis yang dibangunnya. Kedudukan pengusaha sangat strategis sebagai penguasa sistem ekonomi. Penguasa ekonomi berarti penguasa atas seluruh masyarakat - pemegang kendali tatanan masyarakat. Sistem politik (negara), hukum, budaya dan ideologi mengabdi pada kepentingan golongan pengusaha.

Golongan pengusaha dengan segala kekuatannya berusaha bukan hanya mempertahankan, tapi juga memperbaiki sistem ekonomi yang sudah dihidupi dan menghidupinya. Sebagai penguasa ekonomi, pengusaha pasti berurusan dengan golongan yang dikuasai dalam ekonomi pula. Pengusaha membutuhkan buruh walaupun dalam hubungan yang saling bertentangan.

Buruh adalah golongan yang dipekerjakan dan diupah oleh pengusaha. Walaupun begitu, buruh justru memiliki kepentingan yang berlawanan dengan pengusaha. Bila pengusaha menekan tingkat upah, buruh justru memperjuangkan upah yang lebih baik. Sekalipun membutuhkan buruh, pengusaha juga memusuhi buruh. Permusuhan abadi ini akan membuat keduanya selalu dalam pertentangan atau perselisihan.

Seperti juga pengusaha, kedudukan buruh sangat strategis, karena letaknya dalam sistem produksi komoditas. Kedudukan ini pula yang memungkinkan buruh dapat memainkan perannya sebagai pelaku atau arsitek perubahan sosial bila buruh berhasil tahap demi tahap membebaskan diri dari kepungan dan kungkungan sistem pengusaha.

Bagaimana mencipta alat perjuangan buruh?

Buruh tak akan dapat mengubah nasibnya dan menjadi pelaku perubahan sosial tanpa secara konsekuen memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya, entah sesaat dan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang.

Buruh perlu memperjuangkan upah yang layak agar tak hanya sekadar mempertahankan hidupnya belaka. Buruh juga butuh rumah, tak sekadar kamar kontrakan atau beristirahat di bedeng-bedeng. Mereka butuh pakaian dan sepatu yang cukup. Buruh juga butuh hiburan untuk memulihkan kesuntukan kerja.

Buruh juga perlu berjuang menuntut perbaikan kondisi kerja. Buruh yang bekerja di tempat-tempat dan dengan bahan-bahan berbahaya perlu menuntut perbaikan agar kesehatan dan keselamatan mereka tidak terancam.

Untuk memperjuangkan tuntutan-tuntutannya, buruh perlu mengidentifikasi atau mengenali masalah-masalah apa saja yang dihadapi di tempat-tempat kerja mereka. Selain itu, buruh harus mencipta alat perjuangannya sendiri. Caranya adalah dengan membentuk dan menjalankan organisasi sendiri.

Tapi untuk melancarkan perjuangan secara teratur dan sistematis (terencana), buruh harus menciptakan dan mengembangkan alat-alat perjuangannya. Dengan alat-alat inilah buruh dapat mengerahkan tenaga-tenaga kreatif mereka sebagai arsitek perubahan sosial.

Apa saja alat perjuangan buruh?

Kita sudah mengenali alat-alat yang dipergunakan oleh pengusaha sebagai golongan minoritas yang berkuasa. Mereka tak hanya punya alat-alat seperti perusahaan dan penjaga keamanan, tapi juga alat-alat politik, hukum, pendidikan dan teori-teori ekonomi serta media massa. Alat politiknya adalah negara: mulai dari tentara, polisi, dinas rahasia (mata-mata), pemerintah dan parlemen serta partai pro pengusaha. Alat-alat hukumnya seperti perundang-undangan, pengadilan dan pengacara mereka. Alat-alat pendidikan adalah sekolah dan lembaga pendidikan lainnya yang sejalan dengan kepentingan pengusaha. Juga punya alat-alat pembenar ekonominya yang disusun oleh teoritisi-teorisi dan penasehat-penasehat ekonomi mereka.

Untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingan-kepentingan buruh agar dapat efektif, buruh juga membutuhkan alat-alat perjuangannya. Apa saja alat-alat perjuangan buruh yang harus diciptakan dan ditata?

Pertama, sama seperti pengusaha menciptakan alat-alat ekonominya berbentuk perusahaan, maka buruh juga perlu alatnya sendiri berupa serikat-serikat buruh. Bila pengusaha bisa menjalankan perusahaannya untuk meraih keuntungan, maka buruh juga harus melatih diri untuk bisa menjalankan kegiatan-kegiatan serikat buruh secara efektif untuk menyatukan kepentingan ekonomi kaum buruh.

Kedua, jika pengusaha mempunyai alat politiknya berupa negara, maka buruh juga harus punya alat perjuangan politiknya berupa sebuah partai pro buruh. Partai harus membuat buruh melek politik dan menegakkan kepemimpinan buruh yang bertentangan dengan politik pengusaha. Partai harus digunakan untuk menyatukan kepentingan politik semua buruh.

Ketiga, pengusaha mempunyai alat-alat pendidikannya seperti sekolah untuk mendapatkan kembali tenaga kerja yang terdidik dan segar, maka buruh juga harus menciptakan alat-alat pendidikannya sendiri seperti lembaga-lembaga pendidikan buruh yang konsisten dan konsekuen bagi perjuangan buruh.

Keempat, pengusaha punya alat-alat propagandanya seperti media massa dan kantor-kantor iklan, maka hal yang sama buruh juga perlu menciptakan alat-alat propagandanya sendiri yang bertentangan dengan kepentingan pokok pengusaha. Alat propaganda ini harus digunakan untuk menyatukan kepentingan pikiran dan kesadaran kaum buruh.

Tanpa alat-alat perjuangannya, buruh akan sulit dan bisa tak mungkin memperjuangkan kepentingannya secara berhasil. Yang juga harus dipertimbangkan, buruh punya kekuatan terpenting dan paling bernilai, yakni tenaga kerja. Seharusnya, buruh bukan hanya bisa menciptakan alat-alat perjuangannya, tapi juga bisa membalikkan keadaan di mana pada akhirnya seluruh kekuatan pengusaha hancur berantakan.

Ada banyak perusahaan dan tempat kerja lainnya yang tersebar di berbagai lokasi, kota dan pedesaan. Ada berbagai macam cara pula bagaimana para pemilik perusahaan dan penguasa tempat-tempat kerja ini menata dan mengaturnya. Dan di situlah pula para penjual tenaga kerja (buruh) menjalankan kewajiban kerjanya untuk orang-orang yang mempekerjakannya.

Hubungan-hubungan yang berlangsung di berbagai tempat kerja, memang perlu diamati guna mengumpulkan berbagai informasi dan kemudian melengkapi sebagai rumusan rencana bertindak ketika menghadapi masalah: rumusan tentang berjuang di tempat kerja.

Apakah tempat kerja itu?

Setiap buruh atau penjual tenaga kerja pasti tahu di tempat seperti apa mereka bekerja. Misalnya, buruh yang bekerja di pabrik, bekerja di perkebunan, bekerja di pertambangan, bekerja di perhotelan, bekerja di bank, kantor LSM, bekerja di sekolah atau universitas, bekerja di kantor-kantor pemerintah, serta bekerja di bandara dan pelabuhan. Semua itu adalah tempat-tempat kerja di mana buruh bekerja.

Pertama, tempat kerja adalah tempat di mana buruh atau penjual tenaga kerja menjalankan kegiatan kerjanya. Tempat kerja berarti tempat tersedianya alat-alat atau sarana-sarana kerja yang dipergunakan buruh atau para penjual tenaga kerja untuk menjalankan kegiatan kerjanya.

Kedua, tempat kerja juga merupakan tempat di mana perusahaan-perusahaan milik pengusaha dan milik negara atau orang-orang yang menguasainya melakukan penataan dan pengaturan terhadap orang-orang yang dipekerjakan. Tempat-tempat kerja ini diatur berdasarkan hak milik atau otoritas yang dimilikinya. Artinya, tempat kerja ini ada pemilik atau penguasanya.

Ketiga, tempat kerja merupakan tempat di mana masalah-masalah hubungan kerja berlangsung. Buruh sebagai golongan yang dipekerjakan menghadapi berbagai masalah hubungan kerja dalam perusahaan dan tempat kerja lainnya.

Keempat, tempat kerja bisa digunakan buruh untuk melancarkan perjuangannya. Karena munculnya masalah-masalah hubungan kerja, maka buruh juga berjuang mengajukan tuntutan-tuntutannya kepada pihak yang mempekerjakannya.

Apa yang dialami buruh dalam hubungan kerja?

Hubungan kerja (produksi) adalah hubungan di mana buruh mengeluarkan tenaga kerjanya - sebuah tenaga yang luar biasa hebatnya - untuk menghasilkan produk. Dengan tenaga inilah buruh dapat menghasilkan banyak barang dan jasa sesuai dengan kemampuannya.

Berhubung tenaga kerja melekat dalam tubuh buruh, maka penggunaannya yang terus-menerus pastilah membahayakan kesehatan dan keselamatan buruh. Penggunaannya harus dibatasi, katakanlah, 8 jam sehari. Bila lembur, juga harus dibatasi, terutama yang lebih banyak menggunakan tenaga fisiknya seperti menjahit, memotong, mengangkut dan mengepak barang. Karena mata, tangan dan anggota tubuh lainnya bisa mengalami kelelahan. Penggunaan di luar batas kemampuannya akan merusak sel-sel tubuh buruh.

Dalam bekerja, buruh merasakan dan mengalami kelelahan. Apalagi dengan konsentrasi dan terus-menerus. Terlebih lagi buruh menghadapi bagian-bagian yang sama sepanjang pekerjaannya. Buruh bisa bosan, muak serta sekaligus kantuk. Itu-itu melulu untuk memenuhi kerjanya pada pengusaha. Karena itu, buruh perlu istirahat dan memenuhi kebutuhan hidupnya yang cukup agar buruh dapat memulihkan tenaganya untuk digunakan kembali esok harinya.

Walaupun sudah mengeluarkan tenaga berjam-jam, buruh tak lepas dari pengawasan. Di antara mereka banyak yang dimata-matai ketika bekerja. Bahkan ada yang dimarahi atau dibentak. Bagi buruh perempuan, tak jarang mengalami pelecehan: diganggu secara seksual. Ada yang hamil sulit mendapatkan cuti hamil. Ada pula yang mengalami haid, tak diberikan cuti haid.
 
Apakah buruh harus menerima saja nasibnya?
 
Di antara buruh, ada yang menerima begitu saja nasibnya dan ada pula yang tak hanya berdiam diri diperlakukan sewenang-wenang berdasarkan aturan-aturan pengusaha seperti PHK, upah dan tunjangan kerja yang belum dibayar atau dipotong, pengusaha belum menaikkan UMR, atau dihukum jemur.
 
Tapi banyak tindakan yang diambil buruh, lebih bersifat spontan: tanpa perencanaan. Ketika menolak diperlakukan sewenang-wenang, buruh secara spontan mengajukan tuntutan baik dalam bentuk petisi dan poster atau pamflet maupun aksi mogok kerja dan demonstrasi.
 
Walaupun begitu, menolak perlakuan sewenang-wenang dengan bentuk apa pun - sepanjang bukan perusakan atau kriminal (menurut aturan pengusaha yang berlaku umum) - tindakan spontan buruh sudah mencerminkan kemajuan bagi kesadaran buruh itu sendiri. Mereka sudah bisa membedakan mana yang sewenang-wenang dan mana pula yang benar (menurut aturan pengusaha yang berlaku umum).
 
Aksi-aksi yang dilakukan buruh secara spontan mencerminkan tahapan perkembangan dalam menanggapi perkembangan situasinya. Buruh juga tak perlu berkecil hati karena kelemahan dan kekurangannya dalam membangun alat-alat perjuangannya sendiri. Tahap seperti ini bisa dikatakan sebagai tahap awal, yang harus dilanjutkan dengan tahapan berikutnya.
 
Yang terpenting bagi buruh adalah semangatnya untuk tidak menyerah atau putus asa terhadap satu-dua kegagalan. Dan yang lebih penting lagi adalah belajar dari kegagalan-kegagalan sebelumnya, sehingga bisa ditarik pelajaran berharga. Buruh harus melatih diri untuk keluar dan membebaskan diri dari keadaan putus asa.
 
Apa saja masalah yang muncul di tempat kerja?
 
Seperti sudah ditunjukkan, tempat kerja merupakan tempat di mana masalah-masalah hubungan kerja dan lainnya muncul dan berkembang. Kita perlu melihat masalah-masalah yang muncul dan berkembang di tempat-tempat kerja.
 
Pertama, sudah umum bila buruh menghadapi masalah upah. Bisa bermasalah karena pemilik perusahaan belum memberlakukan UMR yang sudah dikeluarkan pemerintah. Bisa juga karena upah yang diberlakukan terlalu rendah. Dan juga bisa karena pihak pengusaha menjanjikan kenaikan upah atau gaji secara berkala setahun atau dua tahun sekali.
 
Kedua, sudah banyak perusahaan memberlakukan tunjangan. Bahkan sudah berlaku UU Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Selain asuransi, buruh juga membutuhkan tunjangan kerja (sudah lebih setahun kerja), tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan, dan tunjangan makan dan transpor. Kalangan pegawai negara dan buruh perusahaan negara sudah umum ada pensiun, tapi perusahaan swasta masih banyak belum punya program pensiun.
 
Ketiga, berbagai keberhasilan yang diraih perusahaan, buruh juga membutuhkan bonus tahunan atas prestasi yang dihasilkannya. Buruh menyadari bahwa keuntungan-keuntungan perusahaan sama sekali tidak lepas dari hasil kerja mereka. Kesadaran ini telah membangkitkan mereka untuk menuntut bonus dari keuntungan yang selama ini dipetik pihak pengusaha.
 
Keempat, dalam penerapan perjanjian kerja bisa timbul berbagai masalah baik perjanjian kerja individual maupun kolektif (dengan serikat). Perjanjian kerja individual menyangkut waktu kerja dan jenis pekerjaan beserta disiplin yang diterapkan. Sedangkan kolektif tertuang dalam KKB (Kesepakatan Kerja Bersama) antara perusahaan dengan serikat buruh. Begitu juga masalah status hubungan baik temporer maupun permanen.
 
Kelima, buruh juga banyak menghadapi masalah PHK. Perusahaan bisa berdalih karena bangkrut, buruh tidak disiplin, atau buruh mengundurkan diri, PHK terjadi. Setiap usai pemogokan buruh, sering terjadi PHK, karena pihak pengusaha sudah memata-matai orang yang dianggap pemimpin buruh dalam aksi mogok tersebut.
 
Keenam, banyak tindakan buruh dalam menyampaikan tuntutan di lakukan dengan aksi mogok serta unjuk rasa. Hak mogok bukan hanya diakui, tapi juga sudah dijamin oleh UU. Artinya, bila ada masalah di tempat kerja, buruh berhak mengungkapkannya dengan cara mogok kerja dan unjuk rasa. Mogok dan unjuk rasa ini merupakan salah cara dalam meningkatkan posisi tawar buruh terhadap pengusaha. Cara lainnya adalah berunding dengan pengusaha dalam menyampaikan tuntutan-tuntutan buruh.
 
Ketujuh, bagi kalangan buruh perempuan secara alamiah mengalami haid dan mereka juga mengalami hamil. Demi kesehatan mereka, seharusnya diberlakukan cuti haid dan hamil (beserta melahirkan). Masalah ini sudah banyak dialami, sehingga pihak pengusaha tidak peduli terhadap buruh yang haid dan hamil. Begitu juga buruh membutuhkan cuti tahunan untuk memulihkan rasa bosan dan muak selama menghadapi situasi di tempat kerja agar mereka dapat memanfaatkan cuti mereka dengan tetap dibayar upahnya.
 
Kedelapan, setiap tempat kerja, buruh membutuhkan alat mereka berkumpul, meningkatkan wawasan, membahas masalah-masalah mereka secara bersama dan menyampaikan tuntutan bersama di dalam sebuah serikat buruh. Hak buruh berserikat buruh dijamin oleh UU, sehingga tidak ada dalih untuk mencegah buruh membentuk dan menjalankan kegiatan-kegiatan serikat buruh. Pihak pengusaha juga harus menyediakan fasilitas bagi ruangan berkumpul untuk serikat buruh.
 
Kesembilan, dalam bekerja, buruh pasti mengalami rasa penat, lelah dan capek, sehingga dibutuhkanwaktu istirahat untuk memulihkan fisik dan mental mereka. Dalam 8 jam kerja, waktu istirahatnya bisa berlangsung satu jam. Selain itu, dalam seminggu, buruh juga membutuhkan waktu libur sehari atau dua hari.
 
Kesepuluh, dalam bekerja, buruh harus dilindungi dari kegiatan-kegiatan kerja yang membahayakan dirinya. Setiap tempat kerja harus memiliki ventilasi yang cukup atau ruangan yang cukup bagi kesehatan buruh. Begitu juga dalam menggunakan bahan-bahan kimia, buruh harus disediakan alat pelindung agar tidak membahayakannya.
 
Kesebelas, bisa terjadi kecelakaan kerja di tempat kerja. Buruh bisa saja mengalami keracunan makanan atau mengalami luka ketika menjalankan kerja dengan mesin-mesin dan lainnya. Pihak pengusaha harus menanggung pengobatan bagi buruh yang mengalami kecelakaan kerja.
 
Keduabelas, bisa pula terjadi buruh diperlakukan sewenang-wenang di luar aturan kerja seperti memberlakukan sanksi fisik atau melakukan pelecehan dan diskriminasi seksual terhadap buruh perempuan. Masalah-masalah ini juga bisa memicu konflik terbuka.
 
Masih banyak lagi masalah-masalah yang muncul di tempat kerja. Tapi secara umum, buruh menghadapi masalah dengan pihak pengusaha atau penguasa tempat kerja. Masalah-masalah ini cukup dipaparkan seperti itu.
 
Apakah buruh perlu serikat buruh?
 
Sebagai golongan mayoritas di tempat kerja, buruh menghadapi berbagai masalah hubungan kerja dan perlakuan yang sewenang-wenang. Untuk memecahkan masalah-masalah hubungan kerja, tak akan dapat dilakukan sendiri-sendiri, melainkan secara bersama-sama. Untuk memecahkan masalah bersama-sama ini berarti buruh mulai membutuhkan organisasi di tempat kerja. Organisasi ini biasa dinamakan serikat buruh.
 
Pertama, kebutuhan buruh akan sebuah serikat buruh bertujuan memperjuangkan dan memenangkan kepentingan-kepentingan tertentu buruh dalam hubungannya dengan pengusaha. Misalnya, memenangkan kenaikan upah dan tunjangan atau perbaikan kondisi kerja.
 
Kedua, serikat buruh diperlukan selain alat perjuangan, juga untuk meningkatkan keterampilan buruh dalam berorganisasi. Mereka dapat berkumpul, membahas masalah secara bersama, mengadakan pelatihan, membuat terbitan, penelitian, mengkomunikasikan masalah-masalah, serta meningkatkan solidaritas sebagai golongan senasib sepenanggungan. Serikat buruh menjadi alat perjuangan buruh secara langsung di tempat-tempat kerja.
 
Ketiga, buruh memerlukan serikat buruh juga dapat digunakan untuk menjalin hubungan dengan serikat-serikat buruh dan organisasi lainnya di luar tempat kerjanya baik secara sektoral maupun non-sektoral. Mereka dapat mengembangkannya menjadi hubungan kerjasama agar meningkat ke tingkat kota, wilayah dan kemudian tingkat nasional dan sampai tingkat internasional. Dengan cara inilah buruh dapat membangun solidaritas yang lebih luas.
 
Bagaimana membentuk serikat buruh?

Serikat buruh jelas bukan organisasi pengusaha. Karena pengusaha sudah punya organisasinya sendiri, yakni perusahaan. Bahkan dengan sesamanya, pengusaha membentuk asosiasi-asosiasi seperti Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia). Secara sektoral, pengusaha punya organisasi seperti API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia). Jadi, serikat buruh benar-benar organisasi buruh.
 
Bagaimana caranya membentuk serikat? Pertama, buruh harus berkumpul dan menyampaikan usulan untuk membentuk serikat. Pengusaha tidak dibenarkan ikut campur dalam pembentukan serikat buruh. Setelah berkumpul dan menyampaikan usulan, buruh-buruh yang berada di tempat kerja ini menyatakan kesepakatannya dan membentuk panitia.
 
Kedua, buruh harus menyelenggarakan pemilihan pengurus (pimpinan) serikat buruh yang hendak dibentuknya. Selain pengurus, buruh juga dapat memilih anggota yang duduk dalam majelis anggota sebagai wakil anggota serikat buruh yang akan menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalannya serikat buruh.
 
Ketiga, serikat buruh yang dibentuk dan dideklarasi itu, juga harus dibuat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, sehingga aturannya jelas bagi anggota-anggota serikat yang telah memilih pengurus dan majelis serta bagi anggota serikat, termasuk besar iuran anggota dan cara penarikannya serta mengatur Rapat Anggota secara berkala.
 
Keempat, pengurus serikat buruh harus menyusun rencana program dan kegiatan-kegiatannya untuk disampaikan rencana ini kepada anggota-anggota serikat. Dengan adanya program dan kegiatan, fungsi serikat buruh dapat berjalan untuk para anggota dan buruh-buruh yang belum menjadi anggotanya.
 
Cara pembentukan dan pelaksanaan serikat buruh seperti itu adalah demokratis. Karena serikat buruh adalah organisasi dari, oleh dan untuk buruh.

Senin, 23 Januari 2012

Manajemen Aksi


Berikut ini akan kami ulas sedikit mengenai manajemen aksi yang kami peroleh dari hasil pendidikan beberapa waktu silam:

Pengertian Aksi Massa

Aksi massa adalah suatu metode perjuangan yang mengandalkan kekuatan massa dalam menekan pemerintah/pengusaha untuk mencabut atau memberlakukan kebijakan yang tidak dikehendaki massa. Aksi massa merupakan bentuk perjuangan aktif dalam rangka merubah kebijakan yang tidak sesuai dengan kehendak massa, oleh karena aksi massa mengambil bentuk yang paling dekat dengan dinamika sosial yang berjalan dalam masyarakat.

Latar Belakang Psiko-Sosiologis Aksi Massa

Dorongan terpokok yang melahirkan aksi massa adalah keinginan massa akan perubahan. Tidak bisa dipungkiri bahwa demonstrasi mahasiswa, aksi rakyat, dan gerakan lain dari kelompok kepentingan dalam rangka mewujudkan mimpi perubahan.Manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan mendasar yang harus mendapatkan pemenuhannya. Secara sosiologis ada tiga kategori kebutuhan:
Kebutuhan biologis/primer, yaitu kebutuhan manusia terhadap hal-hal yang berkaitan langsung dengan jasmani manusia. Tergolong kebutuhan ini adalah makanan dan minuman, pakaian, bernafas dan istirahat, dan lain-lain.Tergolong kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan yang mendukung terpenuhinya kebutuhan biologis/primer. Tergolong kedalam kebutuhan ini adalah pendidikan, rekreasi, komunikasi,hubungan sosial, dan lain-lain.Kebutuhan spiritual, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang menyangkut kerinduan manusia akan hal-hal yang bersifat kerohanian, supranatural, dan metafisik. Misalnya kebutuhan akan shalat, kebaktian, klenteng, dan lain-lain.Setiap manusia memiliki ketiga jenis kebutuhan tersebut, karenanya dalam pemenuhannya harus diatur supaya tidak terjadi penumpukan dan benturan. Peraturan mutlak diperlukan untuk tujuan keseimbangan dalam masyarakat. Peraturan atau hukumlah yang menentukan batasan antara hak dan kewajiban antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Dalam kehidupan sosial pranata diperlukan untuk mengatur tata kehidupan antar manusia dalam masyarakat. Pranata sosial menjadi kebutuhan bersama dan karena itu pula harus disepakati bersama serta dilaksanakan secara konsisten secara bersama-sama pula.

Guna pengorganisasian sosial masyarakat, maka pembuatan, pelaksanaan dan penegakan hukum kemudian diserahkan pada lembaga yang disepakati. Di desa ada lurah dan LMD; di level daerah ada walikota/bupati dan DPRD Kota/Kabupaten; di tingkat provinsi ada gubernur dan DPRD Provinsi; di pusat dikendalikan oleh presiden dan MPR/DPR. Singkat kata, pelaksana dan penegakan hukum diserahkan ke institusi yang dianggap mewakili seluruh golongan dalam masyarakat. Proses pemilihan perwakilan rakyat dan pemimpin eksekutif pada institusi-institusi negara tersebut dalam kerangka demokrasi lazimnya disebut pemilihan umum.Namun demikian, walaupun perwakilan yang duduk pada institusi (trias politika dalam istilah Montesqueu) dipilih rakyat, tidak mustahil dapat terhindar dari penyimpangan terhadap aturan-aturan, membuat aturan untuk kepentingannya sendiri dan kelompoknya, mempertahankan kelangsungan kekuasaan dan mempertahankan status quo. Kelemahan utama dari sistem demokrasi adalah fasifnya rakyat dalam kebijakan, seolah rakyat hanya terlibat dalam pemilihan umum semata. Kehilangan kepercayaan terhadap institusi pemerintah inilah yang menimbulkan jalan lain perjuangan aspirasi, yaitu jalan ekstra parlementer yang sering mengambil bentuk aksi massa atau demonstrasi.
Bentuk-Bentuk Aksi Massa

Aksi massa dikenal dalam berbagai bentuk sesuai dengan target dan sasaran aksi. Di lihat dari aktivitas, aksi massa dibedakan dalam dua bentuk, yaitu aksi aksi statis dan aksi dinamis. Aksi statis adalah aksi massa yang dilakukan pada satu titik tertentu dari awal hingga aksi berakhir. Aksi dinamis adalah aksi yang dimulai dari titik kumpul tertentu lalu berpindah sesuai dengan sasaran aksi.Rapat akbar, Rally/long march, Mimbar bebas, Panggung kesenian, dll
Hampir tidak ada aksi massa yang berjalan spontan. Umumnya aksi massa dipersiapkan secara matang, mulai dari kekuatan massa yang akan terlibat, perangkat aksi, isu dan tuntutan serta institusi yang dituju. Pada dasarnya aksi massa melalui tahapan sebagai berikut:

Persiapan

Gagasan untuk melakukan aksi massa biasanya lahir dari adanya syarat objektif bahwa institusi/lembaga berwenang tidak tanggap terhadap persoalan yang dihadapi rakyat. Oleh karena itu diperlukan adanya tekanan (pressure) massa untuk mendorong persoalan rakyat menjadi perdebatan luas dan terbuka di intra parlemen maupun dimuka pendapat umum (public opinion) di luar parlemen.Semua hal yang berkaitan dengan tekanan mengandalkan kekuatan massa harus dipersiapkan sehingga dapat berjalan optimal. Persiapan aksi massa berjalan dalam lingkaran-lingkaran diskusi yang diorientasikan mampu memunculkan:

Isu/tuntutan

Isu atau tuntutan yang akan diangkat dalam aksi massa harus dibicarakan dan diperdebatkan. Penentuan isu sangat penting karena akan memberi batasan gerak secara keseluruhan dari proses aksi massa di lapangan.

Prakondisi aksi

Prakondisi aksi adalah aktivitas yang dilakukan sebelum aksi massa berlangsung. Pra kondisi tersebut biasanya dalam bentuk aksi penyebaran selebaran, penempelan poster, grafiti action, dst. Tujuan pra kondisi aksi adalah untuk mensosialisasikan rencana aksi massa beserta isu/tuntutannya, serta memanaskan situasi pada sasaran kampanye atau sasaran aksi.

Perangkat aksi massa

Perangkat aksi adalah pembagian kerja partisipan aksi massa. Perangkat aksi massa disesuaikan dengan kebutuhan, biasanya diperlukan perangkat sebagai berikut:

Koordinator lapangan.

Korlap bertugas memimpin aksi di lapangan, berhak memberikan instruksi kepada peserta aksi/massa. Keputusan untuk memulai ataupun membubarkan/mengakhiri aksi massa ditentukan oleh korlap. Korlap hendaknya orang yang mempunyai kemampuan agitasi, propaganda, orasi dan komunikatif.

Wakil koordinator lapangan.

Wakorlap adalah pembantu korlap di lapangan dan berfungsi sama dengan korlap.

Divisi Acara

Divisi acara bertugas menyusun acara yang berlangsung pada saat aksi massa dan bertugas mengatur dan mengemas jalannya acara agar massa tidak jenuh.

Orator.
Orator adalah orang yang bertugas menyampaikan tuntutan-tuntutan aksi massa dalam bahasa orasi, serta menjadi agitator yang membakar semangat massa.

Humas.

Perangkat aksi yang bertugas menyebarkan seluas-luasnya perihal aksi massa kepada pihak-pihak berkepentingan, terutama pers.

Negosiator,

Berfungsi sesuai dengan target dan sasaran aksi. Misalnya pendudukan gedung DPR/DPRD sementara target tersebut tidak dapat tercapai karena di halangi aparat keamanan, maka negosiator dapat mendatangi komandannya dan melakukan negosiasi agar target aksi dapat tercapai. Karenanya seorang negosiator hendaknya memiliki kemampuan diplomasi.

Mobilisator

Bertugas memobilisasi massa, menyerukan kepada massa untuk bergabung pada aksi massa yang akan digelar. Kerja mobilisasi massa berlangsung sebelum aksi dilaksanakan.

Kurir

Berfungsi sebaga penghubung ketika sebuah aksi massa tidak bisa di pastikan hanya dimanfaatkan oleh satu komite aksi atau kelompok saja. Bisa jadi pada saat bersamaan komite aksi lainnya sedang menggelar aksi massa, menuju sasaran yang sama. Oleh karena karena itu untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman diperlukan fungsi kurir untuk menghubungkan kedua atau lebih komite aksi yang menggelar acara yang sama. Selain itu kurir juga berfungsi menjembatani komi aksi-komite aksi agar terjadi penyatuan massa atau aliansi taktis di lapangan. Dalam hal ini kurir bertugas memberikan laporan pada korlap perihal aksi massa yang dilakukan komite aksi lain.

Advokasi

Perbenturan antara kedua massa dengan aparat keamanan perlu dihindari, akan tetapi jika hal itu terjadi dan berakhir dengan penangkapan terhadap aktivis massa diperlukan peran tim advokasi yang bertugas membela dan memberikan perlindungan hukum terhadap korban.

Asisten teritorial/keamanan/sweaper/dinamisator lapangan.

Sering terjadi aksi masa radikal menjadi aksi massa anarkis karena emosi terpancing untuk melakukan tindakan destruktif. Antisipasi, terhadap kecenderungan semacam ini dilakukan dengan melengkapi aksi massa dengan perangkat asisten teritorial

Aster

Aster atau disebut juga keamanan atau sweaper bertugas mencegah terjadinya penyusupan oleh pihak luar yang bertujuan memperkeruh suasana. Tugasnya mengamati kondisi massa. Selain itu juga aster berfungsi mengagitasi massa dengan yel-yel dan lagu-lagu perjuangan agar aksi massa tetap tampil semangat.

Logistic dan medical rescue.

Perangkat logistic bertugas menyediakan perlengkapan-perlengkapan fisik yang diperlukan dalam aksi massa seperti spanduk, poster, selebaran, pengeras suara, dan pernyataan sikap. Sedangkan medical rescue bertugas menyediakan obat-obatan dan memberikan bantuan p3k terhadap masa yang kesehatan fisiknya terganggu ketika aksi massa berlangsung.

Dokumentasi

Divisi ini bertugas mengabadikan penyelenggaraan aksi massa dalam bentuk gambar atau dalam bentuk tulisan kronologi.

Sentral informasi

Sentral informasi adalah nomor telepon yang dijaga oleh seseorang yang bertugas mendapatkan dan memberikan informasi tentang kondisi masa, situasi lapangan, sampai dengan informasi-informasi lainya.

Kelengkapan Aksi Massa.

Selain kelengkapan struktur berupa perangkat aksi massa, dibutuhkan pula kelengkapan material yang berupa instrumen aksi massa.

Poster adalah kertas ukuran lebar yang bertuliskan tuntutan aksi massa dipermukaanya. Poster berisi tuntutan aksi yang ditulis tebal dengan spidol atau cat agar jelas dibaca oleh massa ditulis dengan singkat dan jelas.
Spanduk adalah bentangan kain yang ditulis tuntutan-tuntutan atau nama komite aksi yang sedang menggelar aksi massa.
Selebaran adalah lembaran kertas yang memuat informasi agitasi dan propaganda kepada massa yang lebih luas agar memberikan dukungan terhadap aksi massa.
Pengeras suara adalah perangkat keras elektronika yang berfungsi memperbesa suara.
Pernyataan sikap/statemen adalah pernyataan tertulis yang memberikan gambaran sikap massa terhadap satu kebijakan satu institusi/perorangan dibacakan dibagian akhir proses aksi massa. Penyusunannya dilakukan oleh humas atau dvisi logistik.

Nama komite aksi

Aksi massa meskipun bersifat temporer, tetap membutuhkan nama sebagai identitas pelaksana kegiatan. Nama komite aksi harus ditentukan, baik melalui perdebatan pada saat persiapan aksi massa. Apalagi kalau aksi massa merupakan tindakan bersama dari beberapa kelompok/organisasi, nama komite mutlak dibutuhkan agar tidak terjadi klaim dan kesalahpahaman antar organisasi.

Nama awal komite aksi yang lazim dipakai untuk mengidentifikasi diri massa, sebagai berikut:

Forum, Front, Barisan, Persatuan, Kesatuan, Solidaritas, Jaringan, Aliansi, Koalisi, Gerakan, Pergerakan, Himpunan, Serikat, Komite, Liga, Gabungan, Asosiasi, Dewan...dsb
Semua nama diatas sebenarnya mempuyai hakekat yang satu bahwa komite aksi yang sedang menyelenggarakan aksi massa mempunyai basis massa yang solid, bersatu, maju, dan tidak dapat dipecah oleh kekuatan dari luar organisasi komite bersangkutan.
Namun demikian komite aksi yang profesional persoalan nama sudah tidak menjadi hal penting yang perlu dibicarakan apalagi diperdebatkan, karena hanya akan memakan waktu yang sia-sia saja. Beberapa organisasi yang namanya sudah populer dan mapan tak perlu merumuskan nama komite aksi karena hal yang demikian tidak lagi menjadi kebutuhan.

Massa persiapan aksi

Kehadiran massa dalam jumlah yang massif dalam aksi massa merupakan faktor yang menentukan keberhasilan aksi massa. Semakin besar kemampuan aksi suatu komite aksi dalam hal mobilisasi massa untuk memberikan support akan semakin memberikan kontribusi positif terhadap aksi massa. Maka pada tahap persiapan aksi massa dipersiapkan perangkat aksi/divisi khusus bekerja memobilisasi sebelum aksi berlangsung.

Target aksi

Target aksi adalah tujuan-tujuan minimal dan maksimal yang akan diraih dalam aksi massa tersebut. Misalnya aksi massa dengan target membangun persatuan dan solidaritas target mengkampanyekan isu/tuntutan, target memenangkan tuntutan dll.
Sasaran dan waktu

Mobilisasi massa akan diarahkan kemana senantiasa dibicarakan dalam pra aksi massa. Instansi atau lokasi yang dituju disesuaikan dengan isu isi tuntutan yang diangkat. Oleh karena itu ditentukan pula metode aksi massa yang diterapkan: rally dari satu titik awal menuju sasaran atau massa langsung memobilisasi kesasaran tujuan.

Sasaran aksi massa adalah institusi perwakilan rakyat atau institusi lain yang relevan dengan tuntutan massa . misalnya : tuntutan aksi massa tentang pencabutan dwi fungsi ABRI/TNI maka sasaran yang relevan untuk tuntutan tersebut adalah instansi
militer.

Sedangkan waktu aksi ditentukan berdasarkan kebutuhan yang paling mungkin dengan segala pertimbangan seperti basis massa, sasaran aksi massa, jika basis massa direncanakan mahasiswa, maka aksi diselenggarakan pada hari libur mahasiswa, begitu pula dengan sasaran kantor-kantor pemerintah indonesia aktif dari senin hingga jumat dari pukul 08.00 hingga pukul 14.00 maka aksi tidak menarik jika dilaksanakan diluar waktu tersebut misalnya pada hari sabtu dan minggu dan tanggal merah lainya.momentum aksi massa yang jelas sangat menentukan. Aksi pada satu momentum bersejarah akan membuka kembali memori massa akan satu peristiwa yang tidak di kehendaki terjadi oleh semua. Maka momentum dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

Momentum yang dibuat sendiri (ourself made momentum)
Momentum pengajuan tuntutan terhadap pemerintah untuk mencabut atau mengukuhkan kebijakan saat tertentu yang tidak ada basis materialnya pada massa lalu, bahwa pernah terjadi suatu peristiwa penting yang diketahui orang banyak pada hari atau tanggal yang bersangkutan.

Momentum yang disediakan(privided momentum)
Yaitu saat penyelenggaraan aksi massa yang dipaskan dengan memperingati satu kejadian pada masa silam. Misalny aksi massa buruh pada tanggal 1 mei memperingati hari buruh sedunia.
Aksi massa yang dilaksanakan pada momentum yang disediakan ini akan dapat mengingatkan kembali massa luas kepada peristiwa yang tragis atau bahkan monumental yang pernah terjadi pada masa lalu.

Pelaksanaan aksi massa/ demonstrasi
Pada saat aksi massa dilakukan, segala tindakan massa di setting sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan para perangkat yang telah diberi tugas. Semua bekerja sesuai dengan tugas yang telah disepakati  bersama dalam persiapan sebelum aksi massa digelar.penyimpangan terhadap kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat bersama akan dikoreksi pada saat forum evaluasi diadakan.

Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari rangkaian aksi massa. Merupakan forum atau wadah tempat mengoreksi kesalahan-kesalahan atau penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dilapangan yang sebenarnya tidak sesuai dengan setting aksi massa yang telah disepakati bersama. Evaluasi ini berfungsi melahirka ide-ide baru yang dapat membagun struktur pemikiran alternatif terhadap pola aksi yang telah dilaksanakan oleh komite aksi.dialektika pola aksi massa justru dapat terungkap ketika evaluasi terhadap pelaksanaan aksi masa digelar.

Penutup

Aksi massa atau sering disebut demontsrasi telah marak di indonesia sejak periode akhir kejayaan rejim soeharto. Fenomena aksi massa ini tidaklah lahir secara spontanitas belaka, kemunculanya lebih dilatar belakangi oleh latar belakang sosiologis dan psikologis massa yang tidak puas terhadap keadaan sosial yang melingkupinya. Keadaan sosial tersebut disebabkan oleh sistem sosial, ekonomi, politik dan kompleksitas sistem yang lain.