Selasa, 31 Januari 2012

TANTANGAN DAN PERMASALAHAN SB ( SERIKAT BURUH )

Mencermati kondisi & perjuangan gerakan buruh Indonesia yang belum memberikan hasil maksimal, kiranya menjadi sebuah kemestian bagi para aktivis SB untuk membaca ulang masalah yang mengitarinya. Walaupun permasalahan yang dialami setiap organisasi SB mempunyai perbedaan secara tehnis tetapi secara prinsip tidak akan jauh berbeda. Membaca ulang masalah perburuhan juga menjadi awal yang baik untuk menyusun kembali langkah-langkah dan strategi yang akan dijalankan.

Membaca ulang permasalahan yang ada, tidak akan menjadi sia-sia, jika dilakukan secara mendalam dan komprehensif serta berani membongkar tembok-tembok besar yang menjadi penghalang kemajuan serikat pekerja selama ini. Namun sebaliknya jika tidak dilakukan secara mendalam dan komprehensif akan menghasilkan hasil yang tidak optimal yang hanya tampak masalah kulitnya saja.

Identifikasi masalah yang mendalam dan menyeluruh merupakan langkah awal dari sebuah perubahan. Cuma dalam realitasnya tidak semua organisasi termasuk organisasi SB jarang yang melakukannya, sehingga konsisi SB tidak mengalami perubahan yang berarti. Andaikata ada yang memahami pentingnya melakukannya, khawatir akan membongkar diri dan orang di sekitarnya yang selama ini ternyata menjadi sumber masalah.

Evaluasi yang sempit yang dilakukan organisasi serikat pekerja hanya akan melihat masalah buruh hanya masalah regulasi kebijakan manajemen dan regulasi kebijakan pemerintah dalam hal ketenagakerjaan. Masalah hanya dilihat dari aspek hukum saja, sehingga yang dianggap penting hanyalah pemahaman hukum serta reformasi hukum saja.

Namun apa yang terjadi, setelah kita dan para pengurus lainnya menguasai hukum ketenagakerjaan dan kita mampu melakukan negoisasi yang baik pada manajemen dan pemerintah, ternyata masih terkendala oleh komitmen manajemen memberikan janji yang telah disepakati serta terkendala oleh lemahnya komitmen para penegak hukum untuk menegakkan hukum yang membuat regulasi yang sudah baik menjadi tidak bermakna.

Bergerak tanpa Cita-cita Jangka Panjang

Problem paling mendasar yang dihadapi berbagai Serikat pekerja adalah organisasi tidak mempunyai sebuah cita-cita jangka panjang tentang bagaimana nasib buruh 5, 10 atau 20 tahun lagi atau bahkan 100 tahun lagi. Kelemahan dari tiadanya cita-cita jangka panjang akan membuat perjuangan menjadi bersifat temporer serta pragmatis. Konsoekuensi dari perjuangan tempoerer akan menghasilkan aktivis yang setengah hati dalam berjuang, sedangkan konsoekuensi perjuangan yang bersifat pragmatis akan melahirkan oportunis-oportunis yang hanya mendompleng keberadaan SP untuk kepentingan dirinya, entah itu kepentingan politis ataupun ekonomis.

Konsekuensi logis perjuangan tanpa sebuah cita-cita besar adalah lemahnya kesadaran untuk melakukan perubahan sistem, karena yang dikejar adalah hanya perubahan kesejahteraan personal bukan kesejahteraan kolektif. Ketika yang dikejar hanya kesejahteraan personal entah yang bersifat materi ataupun non materi maka spirit pergerakan akan hilang. Setiap anggota hanya mau berjuang untuk kepentingannya masing-masing dan otomatis pengorbanan yang di lakukan pun hanya bermotif personal.
Kultur sebuah organisasi yang pragmatis dan temporal disebabkan oleh elit dan anggota yang tidak mempunyai dan tidak mau mempunyai visi jangka panjang. Akibatnya tidak ada yang serius untuk berjuang secara maksimal. Dan ketika melakukan atau menjalankan program tentunya juga tidak terlalu serius untuk menjalankannya. Sehingga ketika melakukan organizing, hanya sekedar organizing tanpa makna.

Persoalan konflik internal

Di saat tantangan eksternal sangat kuat, harusnya SB membenahi kondisi internal kaum buruh yang sebagian besar kondisinya sedang mengalami involusi (bergerak tetapi tidak produktif, karena arah pergerakannya tidak keluar, tetapi kedalam ) yang berefek pada perpecahan internal. Lemahnya idealisme dan manajerial pemimpin buruh menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadi konflik internal yang kuat atau yang menyebabkan buruh kekuatan buruh menjadi sangat lemah.

Sebuah konflik internal akan ber-efek pada habisnya energi untuk mengurus konflik internal, sementara permasalahan yang lebih besar seperti bagaimana mencegah terjadinya PHK, mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan serta bagaimana mengupayakan adanya kenaikan upah yang layak serta pemberian subsidi pendidikan, kesehatan dan transportasi tidak tersentuh secara maksimal.

Selain problem manajerial, problem pengorganisasian menjadi penghalang perjuangan kaum buruh menjadi terhambat. Hal ini disebabkan karena ketidaksiapan dan ketidak maksimalan pengurus dalam mengorganize anggota. Terkadang para pengrus tidak mempunyai pemahaman yang kuat akan pentingnya organizing. Kalau hal ini terjadi di tingkat Federasi biasanya karena masing-masng pengurus yang berasal dari unit atau komisariat yang berbeda merasa tidak terlalu peduli dengan nasib anggota yang berasal dari unit yang berbeda.

Pudarnya Kesadaran personal

Ada sesuatu yang menarik dan perlu dikritisi antara realitas personality buruh dengan perubahan sosial, pertama : Mengapa sebuah reformasi tidak membuahkan hasil secara maksimal buat buruh ? apakah karena buruh sendiri memang lemah dan tidak solid ? Kalau memang lemah, mengapa buruh lemah, padahal dari sisi jumlah sangat besar ? ataukah karena gerakan buruh masih individualis, yakni hanya mau berjuang ketika mereka mempunyai masalah ?

Ketika perjuangan buruh ekslusif, Apakah buruh mampu melakukan perubahan tanpa perlu bergandengan tangan dengan elelmen sosial lainnya seperti mahasiswa, tani, nelayan, kaum cendikiawan serta kaum agamawan ?

Jangan-jangan bukan karena pengusaha dan pemerintahnya yang kuat, tetapi bisa jadi karena buruhnya yang sangat lemah dihadapan pemerinytah, penguasa. Jangan –jangan karena persepsi kita tentang SB yang masih bermasalah, sehngga perjuangan SB menjadi mati suri. Ataukah karena buruhnya terlalu malas dan egois untuk menuntut pengetahuan tentang hukum, gerakan dan ekonomi – politik, sehingga menjadi kelompok sosial yang tidak berkembang. Ataukah karena buruh tidak mempunyai cita-cita kongkret dan universal ? Apakah motif perjuangan buruh hanya untuk dirinya sendiri, tanpa mau memikirkan orang lain yang juga tertindas ?

Kalau memang permasalahan internal sangat kuat, tentunya dari sekian banyak permasalahan yang ada, masalah internal harus menjadi prioritas. Tidak akan mungkin sebuah reformasi terjadi tanpa adaanya sebuah dukungan yang solid, dan tidak akan mungkin ada sebuah revolusi tanpa adanya spirit perjuangan yang kuat disertai konsep perjuangan yang baik serta syarat pengorbanan yang bukan hanya sebuah wacana.

Kita harus jujur jika diri kita pun ternyata menjadi penghambat perjuangan atau selama ini ternyata hanya berwacana saja alias omdo. Kita juga harus jujur jika diri kita ternyata menjadi penyebab utama keterpurukan organisasi kita. Kita juga harus berani mundur dari jabatan yang kita pimpin apabila memang mundur adalah pilihan terbaik bagi organisasi yang kita pimpin. Dan sebaliknya kita harus siap sedia berkorban lebih besar lagi untuk kemajuan organisasi. Dan kita juga harus menjadi penggerak organisasi menuju kejayaan bukan penggerak organisasi menuju kehancuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar