Sabtu, 15 September 2012

DEFINISI OUTSOURCHING


Belakangan ini berbagai perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing kian marak sehingga kata outsourcing menjadi terdengar akrab di telinga kita. Sayangnya masih banyak diantara calon pekerja yang belum paham benar, apa sebenarnya yang dimaksud tenaga kerja outsourcing itu sendiri.

Apa itu outsourcing?

Bila merujuk pada Undang-undang 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Outsourcing (Alih Daya) dikenal sebagai penyediaan jasa tenaga kerja seperti yang diatur pada pasal 64, 65 dan 66. Dalam dunia Psikologi Industri, tercatat karyawan outsourcing adalah karyawan kontrak yang dipasok dari sebuah perusahaan penyedia jasa tenaga outsourcing. Awalnya, perusahaan outsourcing menyediakan jenis pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan dan tidak mempedulikan jenjang karier. Seperti operator telepon, call centre, petugas satpam dan tenaga pembersih atau cleaning service.Namun saat ini, penggunaan outsourcing semakin meluas ke berbagai lini kegiatan perusahaan.

Dengan menggunakan tenaga kerja outsourcing, perusahaan tidak perlu repot menyediakan fasilitas maupun tunjangan makan, hingga asuransi kesehatan. Sebab, yang bertanggung jawab adalah perusahaan outsourcing itu sendiri.
Meski menguntungkan perusahaan, namun sistem ini merugikan untuk karyawan outsourcing. Selain tak ada jenjang karier, terkadang gaji mereka dipotong oleh perusahaan induk. Bayangkan, presentase potongan gaji ini bisa mencapai 30 persen, sebagai jasa bagi perusahaan outsourcing. Celakanya, tidak semua karyawan outsourcing mengetahui berapa besar potongan gaji yang diambil oleh perusahaan outsourcing atas jasanya memberi pekerjaan di perusahaan lain itu.

Sistem Kerja Outsourcing

Sistem perekrutan outsourcing sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem perekrutan karyawan pada umumnya. Perbedaannya, karyawan ini direkrut oleh perusahaan penyedia tenaga jasa, bukan oleh perusahaan yang membutuhkan jasanya secara langsung. Nanti, oleh perusahaan penyedia tenaga jasa, karyawan akan dikirimkan ke perusahaan lain (klien) yang membutuhkannya.

Dalam sistem kerja ini, perusahaan penyedia jasa outsource melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada karyawan. Selanjutnya mereka menagih ke perusahaan pengguna jasa mereka.

Karyawan outsourcing biasanya bekerja berdasarkan kontrak, dengan perusahaan penyedia jasa outsourcing, bukan dengan perusahaan pengguna jasa.

Bagi anda yang berniat mencari pekerjaan via perusahaan outsourcing, sebelum menanda tangani perjanjian kerja, ada baiknya anda perhatikan sejumlah point berikut ini:

• Jangka waktu perjanjian.

Pastikan perjanjian sesuai dengan masa kerja yang ditawarkan. Perjanjian kerja antara karyawan outsourcing dengan perusahaan penyedia jasa biasanya mengikuti jangka waktu perjanjian kerjasama antara perusahaan penyedia jasa dengan perusahaan pemberi kerja. Hal ini dimaksudkan apabila perusahaan pemberi kerja hendak mengakhiri kerja samanya dengan perusahaan penyedia jasa, maka pada waktu yang bersamaan, berakhir pula kontrak kerja antara karyawan dengan perusahaan pemberi kerja.

• Jam kerja.

Peraturan tentang jam mulai bekerja dan berakhir, dan waktu istirahat .

Gaji dan tunjangan

Jumlah yang akan diterima serta waktu pembayaran sesuai dengan yang telah disepakati, tidak dipotong oleh perusahaan penyedia jasa outsourcing.

• Posisi dan Tugas.

Pastikan posisi dalam perusahaan dan apa saja tugas serta tanggung jawab anda selama bekerja di perusahan lain. 
 
• Lokasi kerja.

Pastikan bahwa penempatan anda di perusahaan klien sudah sesuai kesepakatan.

Penyelesaian Perselisihan dalam Outsourcing (Alih Daya) Problematika mengenai outsourcing memang cukup bervariasi, misalnya berupa pelanggaran peraturan perusahaan oleh karyawan outsourcing maupun adanya perselisihan antara karyawan outsourcing dengan karyawan lainnya.

Menurut pasal 66 ayat 2 huruf c Undang Undang no.13 Tahun 2003, penyelesaian perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa. Jadi walaupun yang dilanggar oleh karyawan outsourcing adalah peraturan perusahaan pemberi pekerjaan, yang berwenang menyelesaikan perselisihan tersebut adalah perusahaan penyedia jasa. Tidak ada kewenangan dari perusahaan pengguna jasa pekerja untuk melakukan penyelesaian sengketa karena antara perusahaan pemberi kerja dengan karyawan outsourcing secara hukum tidak mempunyai hubungan kerja, walaupun peraturan yang dilanggar adalah peraturan perusahaan pengguna jasa pekerja
 
Mari kita bebaskan bangsa ini dari sistem yang tak pernah berpihak pada rakyat kecil dan cengkraman sistem kapitalisme yang sangat merugikan kesejahteraan.

Minggu, 27 Mei 2012

PERJANJIAN KERJA BERSAMA ( PKB )


Mengapa perjanjian kerja bersama (PKB) menjadi penting bagi gerakan buruh? Karena empat pilar kepentingan buruh dinegosiasikan dan diperbaiki melalui PKB ini:
 
(1) kebebasan berserikat; (2) kepastian (perlindungan) pekerjaan; (3) upah dan perbaikan kondisi kerja; (4) jaminan sosial. 
 
Tulisan ini lebih berfokus pada bagaimana mempersiapkan diri dalam proses perundingan dan bagaimana seharusnya tim perunding serikat pekerja/serikat buruh mempersiapkan dirinya. Pembuatan PKB membutuhkan stabilitas organisasi serikat pekerja. Serikat pekerja/serikat buruh lemah dan terpecah tidak akan memiliki PKB.

Perjanjian kerja bersama memberikan dua sisi manfaat yang berbeda bagi serikat pekerja/pekerja dan pengusaha. Bagi serikat pekerja/serikat buruh, perjanjian kerja bersama memberikan:
 
(1) nilai kekuatan dengan banyak anggota yang belum terlibat akan menjadi anggota serikat pekerja; (2) anggota yang aktif akan mengajak atau mempengaruhi anggota yang belum aktif untuk lebih aktif menjadi anggota; (3) meningkatkan kepercayaan anggota; (4) anggota lebih terorganisir; (5) serta serikat pekerja menjadi suatu hal yang baik bagi pekerja/buruh.

Perjanjian kerja bersama ini secara tidak langsung menimbulkan dampak yang menguntungkan meningkatkan daya saing perusahaan dan sektor bisnis pada umumnya, lebih jauh lagi menimbulkan dampak positif pada hubungan antara pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh ditingkat perusahaan karena perundingan yang komplek tentang pengupahan dan sebagainya telah ditentukan. Perjanjian kerja bersama ini akan menekankan serikat pekerja/serikat buruh untuk lebih hati-hati dalam penggunaan hak mogoknya sebagai upaya yang paling akhir dan lebih mengedepankan proses dialog atau negosiasi dalam menyampaikan tuntutannya.

Sabtu, 28 April 2012

KAB.BEKASI BUTUH KANTOR PHI


Perkembangan kabupaten Bekasi terlihat sangat begitu pesat ditandai dengan adanya kawasan industry di Kabupaten Bekasi, yakni kawasan Industri Jababeka I dan II, kawasan industriEast Jakarta Industrial Park (EJIP), kawasan industry Hyundai, kawasan Industri MM 2100, kawasan industry Delta Silicone, Fajar paper,dlldan hampir ada sekitar 1000-an Perusahaan baik Multinasional, Campuran dan Dalam Negeri yang berada di seluruh kawasan industry yang berada di Kabupaten Bekasi dan mampu menyerap tenaga kerja kurang lebih hampir sekitar 100.000 orang, dan belum lagi banyak perusahaan yang berdiri di luar kawasan industry seperti di daerah warung Bongkok, Tambun, Jl.Inpeksi Kalimalang, Cibitung dll. 
Untuk mendukung banyaknya kawasan industry tersebut juga telah banyak berdiri perumahan-perumahan pekerja yang tersebar di Kabupaten Bekasi, dari yang mulai dekat dengan kawasan Industry sampai dengan yang jauh dari kawasan Industry 
Pesatnya Industry di Kabupaten Bekasi menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yaitu persoalan-persoalan yang berhubungan dengan industry yaitu antara pengusaha dengan tenaga kerja/buruh/karyawan seperti halnya yang bersifat Normatif maupun dalam bentuk lainnya.Melihat dengan begitu banyaknya Perusahaan dan Tenaga Kerja yang ada di Kabupaten Bekasi juga beberapa persoalan yang dilahirkan tentu dibutuhkan Sebuah Perangkat Hukum Pendukung sebagai media Negara atau Pemerintah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan/perselisihan.

Perangkat hukum tersebut bisa dilihat dari beberapa aturan yang dikeluarkan pemerintah diantaranya Undang-Undang Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003, Undang-Undang No 2 tahun 2004 tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Undang-Undang No 21 tahun 2000 tentang serikat pekerja dan serikat buruh, selain Undang-Undang perangkat hukum lainnya adalah lembaga-lembaga peradilan.Maka Berhubungan dengan industrial berdasarkan dorongan Undang-Undang dan pesatnya perkembangan Industry di Kabupaten Bekasi membutuhkan sebuah lembaga penyelesaian perselisihan yaitu Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Kabupaten Bekasi.

Di sisi lain dengan banyaknya perusahaan yang ada di kawasan Kabupaten Bekasi, maka perselisihan antara pekerja dengan pengusaha pun menjadi suatu hal yang lumrah. Tetapi persoalaannya adalah ketidak seimbangan posisi di mata pengadilan antara pengusaha dengan pekerjanya. Pengusaha dengan sangat mudah untuk menghadapi perselisihan di pengadilan hubungan industrial dilihat dari sisi keuangan perusahaan, meskipun banyak pengusaha yang tidak memahami UUK 13 Ketenagakerjaan, tetapi pengusaha dengan sangat gampang menyewa pengacara professional untuk mewakilinya selama proses peradilan. Sementara dengan proses pengadilan yang cukup lama memakan waktu tidaklah memungkinkan bagi pekerja untuk bertahan mengikuti proses PPHI yang juga membutuhkan biaya cukup tinggi selama proses peradilannya dan minimnya keahlian pekerja dalam proses persidangan di PPHI menjadi salah satu factor kekalahan bagi pekerja, ditambah lagi lokasi pengadilan hubungan industrial yang berada di kota Bandung yang jaraknya cukup jauh dari wilayah Kabupaten Bekasi.

Dengan melihat ketidak adilan tersebut pemerintah seharusnya mampu mengambil sikap dan bertindak untuk melindungi pekerja sebagai warga Negara yang memang membutuhkan perlindungan dikarenakan kaum buruh masih pada posisi yang lemah di mata hukum . Seharusnya salah satu dalam sisi perlindungan terhadap kaum buruh, pemerintah Kabupaten Bekasi mampu membangun atau mengadakan PPHI Berdasarkan UU No 2 tahun 2004 di wilayah Kabupaten Bekasi yang memang menjadi salah satu wilayah yang padat Industri.

Kamis, 01 Maret 2012

KAPITALISASI PENDIDIKAN


HAKIKAT PENDIDIKAN
Modal utama dalam mengembangkan potensi manusia menjadi manusia yang “tercerahkan”adalah pendidikan. Pendidikan mampu meruntuhkan penjara kebodohan manusia, membalikkan dari yang gelap menjadi terang, pembuka pintu kepada kesadaran diri, meningkatkan harkat dan martabat manusia serta membebaskan manusia dari penindasan. Sehingga dapat dikatakan bahwa manusia yang buta huruf adalah manusia kosong dan itu adalah awal dari penindasan. Sedangkan penindasan merupakan tindakan yang tidak manusiawi ( dihumanisasi ). Jika kita lihat hari ini, buruh selalu menjadi korban dari keserakahan kelas yang berkuasa. Buruh bekerja di pabrik memeras keringat, membanting tulang dengan upah murah. Hegemoni penguasa menjadikan “kebudayaan diam”, sehingga buruh tidak berani mempertanyakan tentang keberadaannya (eksistensinya) dan akhirnya terjerumus pada kesadaran buta ( fatalisme ) menerima keberadaan tersebut. Dan tujuan utama dari pendidikan adalah membuka kesadaran buruh ( rakyat) guna mengetahui realitas ketertindasannya untuk kemudian bertindak melakukan transformasi social.
Secara hakikatnya buruh mempunyai kapasitas untuk mengubah dunia. Oleh karena itu buruh dituntut untuk selalu berusaha menjadi subjek yang mampu mengubah realitas eksistensinya. Maka sejatinya pendidikan adalah alat pembebasan manusia dari belenggu penindasan.
NEGARA SEBAGAI ALAT KELAS YANG BERKUASA
Guna merealisasi pendidikan sebagai alat pembebasan dibutuhkan perangkat aturan perundang-undangan agar sistematis dan terarah. Kemudian Negara yang memiliki politic will mengamanatkan dalam pembukaan undang-undang dasar 1945 bahwa ”Negara berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa”serta UUD 1945 pasal 31 dimana “Setiap warga Negara berhak atas pendidikan dan Negara menjaminnya’. Maka sudah jelas bahwa peran dan posisi Negara yakni sebagai penyelenggara dan bertanggung jawab sepenuhnya atas pendidikan nasional. Akan tetapi berlangsungnya system kapitalisme di tengah-tengah kehidupan telah membentuk paradigma Negara terhadap penyelenggaraan pendidikan nasional. Dimana seharusnya pendidikan sebagai hak public telah menjadi jasa komoditas yang di perjual belikan.Sehingga posisi Negara tidak lain merupakan alat dari kelas yang sedang berkuasa.Ketika hari ini kelas borjuasi yang berkuasa maka Negara selalu melidungi dan memfasilitasi kepentingannya.
JEJAK KAPITALISASI PENDIDIKAN
Skema yang sekarang paling banyak di pakai untuk mempercepat ekspansi kapitalisme internasional adalah melalui perjanjian perdagangan bebas ( liberalisasi ekonomi ). Dan Indonesia dari banyak segi merupakan pasar potensial karena di segi pendidikan masih jauh tertinggal dalam tingkat mutu akademik di banding dengan Negara Malaysia, Filiphina, dan Singapura.
Kapitalisasi pendidikan tidak terlepas dari desain kapitalisme internasional melalui perangkat seperti WTO (World Trade Organization). Sebagai anggota WTO Indonesia telah menandatangani GAT’s ( General Agreement On Trade in Service ) yang mengatur tentang arah liberalisasi di sector jasa termasuk pendidikan. Dalam GAT’s dinyatakan bahwa pendidikan merupakan komoditas yang tata perdagangannya diatur dalam mekanisme pasar. Sementara itu implementasi dari perdagangan jasa pendidikan (tinggi) ini dikemas dalam banyak model,satu diantaranya Model Commercial Presense, yaitu penjualan jasa pendidikan (tinggi) oleh lembaga di suatu Negara bagi konsumen yang ada di Negara lain dengan mewajibkan kehadiran secara fisik lembaga penjual jasa dari Negara itu. Kemudian WTO menetapkan pendidikan nasional sebgai salah satu bentuk pelayanan sector public yang harus di privatisasikan dan menempatkannya sebagai industry pendidikan
Dampak kapitalisasi Pendidikan
Dari hasil kesepakatan internasional diataslah kemudian diturunkan melalui regulasi-regulasi yang meliberaliasasikan pendidikan nasional seperti Badan Hukum Milik Negara ( BUMN), UU No.20 tahun 2003 tentang system Pendidikan nasional serta RUU Perguruan Tinggi yang masih dibahas parlemen sebagai daya tarik investor dengan tata kelola perguruan tinggi.Dengan kapitalisasi pendidikan, Negara telah menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan ke pasar dan tanggung jawab Negara selanjutnya adalah memastikan sirkulasi modal (comoditas jasa pendidikan) berjalan tanpa hambatan. Dengan demikian lembaga atau institusi pendidikan tidak ubahnya seperti perusahaan yang mematok biaya setinggi-tingginya (profit oriented). Sehingga kapitalisasi pendidikan telah menutup peluang dan kesempatan buruh dalam memperoleh hak pendidikan yang berkualitas. Apalagi sekarang terdapat proyek bisnis Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional ( RSBI ) dan Sekolah Bertaraf Internasional ( SBI ) dengan biaya yang selangit ( sangat mahal ). Menurut data pungutan masuk RSBI sekolah dasar rata-rata SPP Rp 200.000 per bulan, sedangkan dana sumbangan pembangunan (DSP) mencapai Rp 6 juta. Di RSBI SMP, besarnya SPP Rp.450.000 dan DSP Rp.6 juta. Di SMU/SMK, besarnya SPP Rp.500.000 dan DSP Rp.15 juta. Biaya-biaya tersebut belum termasuk biaya tes masuk dan biaya belajar atau studi banding sekolah di luar negeri ( kompas cetak, 6 november 2010).
Tertutupnya akses pendidikan nasional ini juga akan menambah angka putus sekolah dan memperpanjang parade tentara cadangan industry (penngangguran). Persoalan pengangguran ini pun dijadikan senjata oleh kelas borjuasi untuk menerapkan praktek Labour Market Flexibility ( LMF). LMF ini merupakan kepentingan kelas pemodal (pengusaha) yang kemudian diturunkan pada UU Ketenagakerjaan no.13 tahun 2003, yaitu dilegalkannya system kerja kontrak dan outsourching. Lagi lagi kepentingan borjuasi adalah akumulasi modal sebanyak-banyaknya melalui politik upah murah terhadap buruh.
Upah buruh yang mayoritas masih di bawah UMR, Dibawah kelayakan hidup akan merasa terbebani, jangankan untuk membiayai kuliah, untuk biaya SD atau SMP pun buruh masih berpikir dua kali. Misalnya buruh diupah dalam 1 bulan sebesar Rp.1200.000, sedangkan kebutuhan hariannya banyak, diantaranya untuk belanja sembako, bayar listrik, mencicil kontrakan, biaya pengobatan, uang transport dll. Dengan begitu sangat tidak mungkin bagi buruh untuk mennyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan lebih tinggi, kapitalisasi pendidikan juga telah merombak kurikulum yang ilmiah menjadikan kurikulum yang pro pasar. Wujud nyata dari hal tersebut adalah lahirnya “kurikulum interpreneurship (kewirausahaan)” yang dijadikan propaganda “ideology” maupun sebagai ilusi untuk mampu bersaing di pasar tenaga kerja. Mayoritas sarjana-sarjana pun yang dihasilkan dari system ini (kapitalisasi pendidikan) akan menjauh dari realitas yang sedang terjadi di tengah-tengah kondisi buruh dan sebaliknya mereka akan menjadi bagian pendukung bagi kelas yang berkuasa ( borjuasi ). Hal itu terlihat dari banyaknya sarjana-sarjana yang ada di PHI dan Dinas Ketenagakerjaan, namun jauh keberpihakannya terhadap buruh bahkan sering kali memojokkan posisi kaum buruh.
ARAH PENDIDIKAN NASIONAL kedepan : Pendidikan gratis, ilmiah, Demokratis dan Bervisi Kerakyatan.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa kapitalisasi pendidikan telah menutup akses buruh ( rakyat ) dalam mengenyam pendidikan. Disinilah bagaimana menempatkan posisi Negara kembali untuk sepenuhnya bertanggung-jawab atas pelaksanaan pendidikan nasional. Pendidikan nasional tersebut haruslah dapat di akses oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk buruh. Maka pendidikan gratis adalah solusi bagi akses keterlibatan buruh ( rakyat ) terhadap pendidikan. Dan kita ketahui bahwa pendidikan menjadi salah satu kebutuhan dasar massa rakyat yang harus dipenuhi.
Pendidikan nasional juga harus bisa memajukan pola berfikir dan kesadaran serta dapat meningkatkan harkat-martabat kaum buruh (rakyat). Pendidikan bukan isian dogma dan kultus namun pendidikan harus sesuai dengan realitas yang ada. Nilai-nilai ke ilmiah-an merupakan syarat kemajuan peradaban umat manusia. Kemudian pendidikan gaya kolonialisme dan kapitalistik secepatnya ditinggalkan dan diganti dengan iklim yang demokratis, yaitu keyakinan yang mendalam dan hakiki akan adanya pengakuan hak-hak kewajiban yang menjunjung nilai persaudaraan. Disini peserta didik mempunyai kesempatan yang sama dalam memberikan ide dan gagasan serta kebebasan dalam pengeluaran pendapat maupun kritik terhadap kebijakan pendidikan. Selanjutnya pendidikan nasional harus sinergis dengan kebutuhan rakyat ( buruh ). Dalam hal ini, pendidikan memiliki tanggung-jawab sosial ( kerakyatan ).Dengan demikian, pendidikan kita akan sepenuhnya mengabdi pada kepentingan rakyat guna terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis secara politik, adil secara sosial, sejahtera secara ekonomi dan partisipatif secara budaya.
Dengan Persatuan, hancurkan Kapitalisasi Pendidikan
Persoalan pendidikan sejatinya bukan hanya persoalan mahasiswa atau civitas akademika kampus semata melainkan persoalan keumuman massa rakyat. Bisa kita lihat posisi politik di Negara kita sebagai Suprastruktur hanya mengakomodir kepentingan segelintir kelas Borjuasi dan melemahkan kepentingan buruh (rakyat). Rezim beserta Aparatur Negara lainnya bukannya tidak mampu tapi tidak ada keinginan untuk merubah tatanan negeri ini lebih maju, namun mereka berupaya mempertahankan kekuasaannya dengan watak keberpihakan kelasnya yaitu kelas pemodal.
Karena Rezim beserta elit politik lainnya hanya tunduk dan menghamba pada system kapitalisme yang serakah, maka tidak ada jalan lain, kecuali menghancurkan kapitalisasi pendidikan yang telah menggurita serta Rezim dan elit politik borjuasi dengan persatuan gerakan rakyat di bawah kepemimpinan kelas buruh. Hanya dengan persatuan inilah, sejatinya rakyat ( buruh ) menentukan masa depannya sendiri.

Senin, 13 Februari 2012

UNION BUSTING

Apa itu Union Busting?

Union busting atau pemberangusan serikat buruh adalah suatu praktik di mana perusahaan atau pengusaha berusaha untuk menghentikan aktivitas serikat buruh di wilayah perusahaannya. Upaya perusahaan dan pengusaha ini memiliki bentuk yang bermacam-macam dengan menggunakan berbagai macam cara dan alasan. Pada saat ini, jika praktik union busting semakin meningkat itu tak lain karena adanya pembiaran yang dilakukan oleh pejabat atau instansi yang seharusnya menjaga dan mengawasi pelaksanaan hak berserikat bagi buruh yang dijamin konstitusi dan undang-undang.

Secara umum, union busting memiliki dua bentuk dasar. Pertama, perusahaan dan pengusaha berupaya mencegah buruhnya untuk membangun atau bergabung dengan serikat buruh. Tindakan ini dilakukan agar perusahaan itu bebas melakukan eksploitasi tanpa adanya kontrol dari serikat buruh. Kedua, adalah berusaha melemahkan kekuatan serikat buruh yang telah ada. Sanksi perusahaan bagi pengurus dan anggota, intimidasi dan tindakan diskriminatif adalah hal umum yang dilakukan untuk melemahkan serikat buruh.

Mengenali Pola Union Busting

1. Keterlibatan negara

a. Melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat BuruhUndang-undang ini sengaja dilabeli secara berbeda: serikat pekerja dan serikat buruh. Tujuannya adalah untuk mengkotak-kotakkan antara pekerja dan buruh. Kemudahan untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh dengan jumlah minimal 10 orang. Pada praktiknya, kemudahan membentuk serikat menjadi jalan untuk menciptakan serikat tandingan.

b. Melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). Undang-undang ini memuat satu klausul khusus tentang perselisihan antar serikat, sehingga membuka peluang bagi pengusaha untuk menciptakan serikat tandingan. Kerap terjadi serikat ini diadu domba sehingga serikat akan berkonsentrasi dalam perselisihan antar serikat ketimbang fokus pada perjuangan organisasi.

2. Menghalang-halangi buruh untuk bergabung di dalam serikat

Sering ditemui manajemen melarang buruhnya untuk bergabung di dalam serikat. Selalu dipropagandakan, serikat tukang menuntut, membuat hubungan kerja tidak harmonis, dan lain sebagianya. Intinya mereka mau bilang serikat buruh adalah perongrong perusahaan.

3. Mengintimidasi

Jika penghalang-halangan tidak berhasil, upaya lanjutan yang sering dilakukan adalah mengintimidasi atau menakut-nakuti buruh. Saat bergabung dalam serikat, buruh diancam tidak mendapatkan promosi, tidak naik gaji, tidak mendapatkan bonus, tunjangan, tidak naik pangkat, diputus kontrak kerjanya, dan lain sebagainya. Bahkan dijumpai pula ada perusahaan yang menggunakan aparat kepolisian untuk menakut-nakuti pekerjanya di bagian security agar tidak bergabung menjadi anggota serikat.

4. Memutasi pengurus atau anggota serikat

Untuk memecah kekuatan serikat, sering pula dilakukan tindakan mutasi atau pemindahan kerja secara sepihak. Kasus semacam ini umumnya dilakukan ketika serikat sedang memperjuangkan hak-hak buruh. Tidak tanggung-tanggung, kadang mutasi dilakukan hingga ke luar pulau. Tujuannya jelas, selain untuk melemahkan serikat juga untuk menghancurkan mental buruh, karena ia juga akan jauh dengan keluarganya.

5. Surat Peringatan

Surat peringatan tergolong sebagai katagori sanksi ringan. Tujuannya agar aktivis serikat tidak lagi bergiat dalam membela kepentingan anggotanya. Jika surat peringatan diabaikan, biasanya pengusaha akan meningkatkan sanksinya menjadi skorsing dan bahkan kemudian PHK. Atau diberlakukan mekanisme Surat Peringatan Ke-1, Ke-2, dan Ke-3 yang berujung pada PHK.

6. Skorsing

Skorsing kerap diberikan kepada aktivis sebagai peringatan atas kegiatan serikat yang dijalankannya. Jika skorsing diabaikan, lazimnya pengusaha akan meningkatkan sanksinya menjadi PHK.

7. Memutus hubungan kerja

Ini cara lama tapi masih menjadi tren hingga sekarang. Anggota serikat yang sering menjadi korban dari modus ini adalah yang berstatus buruh kontrak . Dengan risiko hukum kecil dan biaya murah (tidak perlu mengeluarkan pesangon besar), tindakan ini kerap dijadikan pilihan favorit pihak manajemen. Dampaknya, buruh lainnya tidak berani lagi untuk bergabung dalam serikat dan lambat-laun serikat pun menjadi gembos.

8. Membentuk serikat boneka

Upaya ini dilakukan untuk menandingi keberadaan serikat buruh sejati. Tujuannya agar buruh menjadi bingung, mau memilih serikat yang mana. Serikat boneka ini umumnya dikendalikan penuh oleh manajemen, termasuk orang-orang yang menjadi pengurusnya. Cara mengenali serikat model ini sangat gampang. Biasanya mereka mendapatkan kemudahan dalam menjalankan aktivitasnya, sementara serikat sejati selalu dihambat saat akan melakukan aktivitas. Tak terkecuali tidak mendapatkan izin untuk melakukan rapat di kantor. Pada beberapa kasus, serikat tandingan hanya dibentuk untuk menghancurkan serikat yang ada. Setelah serikat tandingan selesai merekrut anggotakemudian pengurusnya akan meninggalkan organisasi. Anggota yang ada di serikat tandingan ditinggalkan begitu saja dan kebingungan menentukan arah. Sementara serikat yang lama bisa jadi sudah mati suri ditinggalkan anggotanya.

9. Membentuk pengurus tandingan dalam serikat yang sama

Melakukan kudeta atas kepengurusan yang sah menjadi jalan untuk menggembosi serikat daripada membentuk serikat tandingan. Pada umumnya upaya kudeta diawali dengan sebuah pencitraan negatif tentang figur ketua atau pengurus yang dilakukan secara intens dan terstruktur sehingga anggota percaya terhadap pencitraan tersebut. Setelah itu direkayasa agar anggota meminta sebuah musyawarah luar biasa untuk mengganti ketua dengan ketua yang baru. Setelah sang ketua baru terpilih, pada umumnya tidak banyak yang dia lakukan karena misinya adalah mengganti ketua yang lama. Upaya kudeta bisa juga digagalkan jika sistem organisasi sudah berjalan dengan baik. Pengurus yang tersisa dengan dibantu oleh pengurus cabang/PUK lainnya dapat melakukan perlawanan, antara lain dengan cara memproses kudeta yang dilakukan ke kantor Disnaker setempat sehingga muncul fatwa tentang ketua yang sah.

10. Menolak diajak berunding PKB

Saat diajak berunding, pengusaha berdalih macam-macam. Kadang pengusaha beralasan mau mengecek dulu apakah anggota serikat sudah memenuhi syarat 50%+1 dari total karyawan, kadang malah tidak mau berunding karena di dalam perusahaan terdapat dua serikat buruh. Padahal kita tahu serikat yang satu adalah serikat boneka yang selalu membeo kepada pengusaha. Semua itu bertujuan agar buruh tidak memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

11. Tidak mengakui adanya Perjanjian Kerja Bersama (PKB)

Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah salah satu alat dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan bermartabat. Bagi serikat, PKB adalah goal dari perjuangan membela hak dan kepentingan anggota. Langkah Pengusaha mengabaikan PKB dimaksudkan untuk meniadakan peranan serikat. Pada beberapa kasus, pengusaha melakukan penggantian PKB dengan Peraturan Perusahaan (PP) secara sepihak walaupun di perusahaan tersebut masih ada serikat buruh yang sah. Secara hukum langkah Pengusaha tersebut merupakan pelanggaran Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

12. Membuat peraturan perusahaan sepihak

Walaupun sudah ada serikat pekerja tapi tidak diakui keberadaannya. Bahkan, kalau perlu pengusaha membuat pernyataan palsu kepada Dinas Tenaga Kerja bahwa di perusahaannya tidak terdapat serikat buruh sehingga dengan demikian peraturan perusahaan pun langsung disahkan dan diberlakukan.

13. Tidak memberikan pekerjaan

Salah satu upaya untuk meneror aktivis serikat secara mental adalah tidak memberi pekerjaan. Tetapi buruh ybs. harus tetap datang ke kantor dan mengisi daftar absensi. Memang upahnya selaku buruh tetap dibayarkan, namun hal ini tentunya menimbulkan konflik pribadi dirinya dengan sesama buruh. Seringkali aktivis serikat menjadi merasa terkucil karena kawan-kawan di lingkungannya sibuk bekerja sementara ia hanya duduk diam. Cara ini lazimnya digunakan untuk membuat aktivis serikat merasa frustasi sehingga tanpa diminta dia akan berhenti/mengundurkan diri.

14. Mengurangi hak/kesempatan

Salah satu pola yang juga sering diterapkan adalah tidak memberikan hak-hak kedinasan kepada buruh yang menjadi pengurus atau aktivis serikat. Jika ada 2 orang yang posisi pekerjaannya sama, seringkali buruh yang menjadi pengurus/aktivis serikat tidak menerima hak/tunjangan kedinasan yang diperoleh buruh lainnya yang tidak menjadi pengurus serikat. Pengusaha kemudian membuat aturan khusus yang merupakan pembenar kenapa posisi pekerjaan buruh yang pengurus serikat tidak mendapat tunjangan seperti posisi lainnya yang setara dengannya.

15. Promosingkir

Karena pada dasarnya buruh bekerja untuk mencapai karir terbaik, Pengusaha memberikan kesempatan promosi pada posisi terbaik kepada pengurus serikat sebagai iming-iming. Umumnya pengurus atau aktivis yang mendapatkan promosi mendadak dengan fasilitas yang menggiurkan merasa tidak enak hati mendapat promosi dari pengusaha sehingga diharapkan daya juangnya menurun..

16. Kriminalisasi

Dalam menjalankan kegiatan serikat pekerja, sering ditemukan kasus dimana pengurus atau aktivis serikat dilaporkan Pengusaha kepada Kepolisian. Pasal-pasal yang kerap dituduhkan pada pengurus serikat adalah ”pasal karet/pasal sampah dalam KUHP” antara lain pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan dan fitnah. Kasus ini diperparah dengan belum adanya unit khusus di Kepolisian yang menangani masalah perburuhan. Sehingga penyelesaian masalahnya bergantung pada penyidik pada direktorat/unit yang menangani.

17. Mengadu domba buruh

Buruh mudah sekali diadu domba satu sama lain. Pengusaha melemparkan berbagai isu mulai dari isu kesejahteraan hingga black campaign yang mengesankan bahwa serikat telah dibawa ke arah yang salah, sehingga buruh mengalami kebingungan. Dari kondisi ini diharapkan muncul suatu kondisi ketakutan yaitu takut terbawa-bawa dan rasa apatis untuk tidak lagi berjuang melalui organisasinya.

18. Doktrin anti serikat dipelajari juga khusus oleh Pengusaha

Bukan hanya buruh yang bersatu. Pengusaha juga bersatu melalui berbagai forum. Untuk pengusaha swasta kita mengenal Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), sementara untuk direksi BUMN saat ini muncul Forum Komunikasi Direksi BUMN. Jika buruh bersatu untuk memikirkan berbagai strategi mendapatkan hak anggotanya maka pengusaha pun pada umumnya memikirkan strategi apa yang tepat untuk menghancurkan serikat di perusahaannya. Keberadaan serikat yang kuat menjadi ancaman bagi pengusaha karena buruh tidak mudah lagi dibohongi dan ditindas. Melihat maraknya praktik union busting yang menimpa berbagai serikat serta adanya kesamaan jenis union busting yang diterapkan, bukan tidak mungkin saat ini pengusaha mempelajari secara khusus strategi union busting. Ditambah dengan kemudahan fasilitas, pengusaha tidak mengalami kesulitan untuk menggelar berbagai pertemuan.

19. Menyewa preman untuk meneror

Upaya intimidasi terhadap pengurus tidak berhenti sampai dengan PHK, skorsing, surat peringatan, kriminalisasi, tidak dipekerjakan atau pengurangan hak. Pada tingkatan yang lebih ekstrem, penindasan terhadap aktivis serikat bisa juga berupa pelibatan preman untuk melakukan kekerasan fisik. Hal ini dimaksudkan untuk membuat pengurus atau aktivis serikat jera dan tidak lagi bergiat dalam kegiatan serikat. Dalam sidang di PHI misalnya, pernah ada pengusaha yang membawa tukang pukul untuk menakuti-nakuti buruh yang berperkara.

20. Serikat yang ada merupakan yellow union, ketika buruh membentuk serikat baru, pengusaha tidak mau mengakui keberadaan serikat baru

Pada kasus tertentu, serikat yang sudah terbentuk merupakan yellow union yaitu serikat yang tidak berpihak pada hak dan kepentingan buruh dan cenderung berpihak kepada Pengusaha. Kemudian buruh yang lain, menyadari hal tersebut dan membentuk serikat baru yang berorientasi pada hak dan kepentingan buruh. Namun pengusaha menisbikan keberadaan serikat tersebut dengan jalan tidak mengakui keberadaannya.

21. Politisasi

Pengusaha bisa saja melibatkan partai politik untuk membungkam gerakan buruh. Tidak jarang dengan mengatasnamakan partai politik tertentu sebagai “beking” dimaksudkan untuk membuat buruh takut.

22. Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Privatisasi BUMN menjadi salah satu upaya untuk menggembosi serikat karena melalui cara ini bisa jadi terjadi perubahan kepemilikan perusahaan. Dengan demikian, patut diwaspadai apakah pemilik baru tetap akan peduli dengan adanya serikat. Belum lagi adanya ancaman perubahan status pegawai dari pegawai tetap menjadi kontrak/outsorcing yang akan melemahkan serikat.

23. Pengurus serikat diikutkan dalam pelatihan khusus (seperti Lemhanas) untuk diberikan doktrin khusus

Ada kasus tertentu dimana ketua atau pengurus serikat diikutkan oleh pengusaha dalam pelatihan khusus, seperti Lemhanas, dengan maksud untuk memberi doktrin khusus agar mengalami dis-orientasi terhadap perjuangan serikat.

24. Lempar tanggung jawab antara Menteri Tenaga Kerja dan Menteri BUMN

Pada serikat BUMN, kerap terjadi pembiaran atas kasus-kasus ketenagakerjaan oleh Menteri BUMN. Kalau pun Menteri Tenaga Kerja peduli, tetap saja penyelesaian masalahnya bergantung pada Menteri BUMN.

25. Perubahan status dari buruh tetap menjadi buruh kontrak/outsorcing

Dalam perkembangan terkini, sistem kerja kontrak dan outsourcing juga menjadi cara untuk memberangus serikat buruh. Perubahan status kerja ini menjadikan seorang buruh memiliki kesulitan untuk berorganisasi karena hubungan kerja menjadi bersifat hubungan individual dan bukan lagi hubungan kolektif. Kondisi ini pada akhirnya melemahkan buruh dan serikat buruh.

Mengapa melakukan union busting ?

Alasan mendasar mengapa perusahaan dan pengusaha melakukan union busting adalah karena mereka menganggap serikat bisa berpengaruh buruk bagi kelangsungan bisnis. Tuntutan serikat akan upah yang layak, kondisi dan keselamatan kerja yang sehat, dan peningkatan kesejahteraan bagi buruh merupakan hal yang merugikan bagi perusahaan karena perusahaan tidak lagi dapat mengumpulkan keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan buruh. Pendeknya, keberadaan serikat buruh mengganggu keleluasaan perusahaan dan pengusaha untuk membayar upah kaum buruh semurah-murahnya dan menelantarkan nasib kaum buruh.

Di Indonesia, sejak disahkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh setiap tindakan yang dapat dikategorikan sebagai union busting adalah merupakan tindak pidana yang dapat dihukum. Pasal 43 dalam undang-undang ini menyatakan:
Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

Cara melawan Union Busting

Kebebasan berserikat adalah perubahan yang paling signifikan dalam tonggak sejarah perjuangan serikat buruh di Indonesia. Melalui ratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi pada 9 Juni 1998, jaminan kepada buruh akan kebebasan untuk mendirikan dan menjadi anggota organisasi, demi kemajuan dan kepastian dari kepentingan-kepentingan pekerjaan mereka, tanpa sedikitpun ada keterlibatan negara dilindungi secara internasional. Jaminan kebebasan ini meliputi:
Kebebasan mendirikan organisasi tanpa harus meminta persetujuan dari institusi publik yang ada, tidak adanya larangan untuk mendirikan lebih dari satu organisasi di satu perusahaan, atau institusi publik, atau berdasarkan pekerjaan, atau cabang-cabang dan kegiatan tertentu ataupun serikat pekerja nasional untuk tiap sektor yang ada. Kebebasan untuk bergabung dengan organisasi yang diinginkan tanpa mengajukan permohonan terlebih dahulu. Kebebasan mengembangkan hak-hak di atas tanpa pengecualian apapun, dikarenakan pekerjaan, jenis kelamin, suku, kepercayaan, kebangsaan dan keyakinan politik.

Konvensi ILO No. 87 ini juga menjamin perlindungan bagi serikat buruh untuk:

Bebas menjalankan fungsi organisasi, termasuk untuk melakukan negosiasi dan perlindungan akan kepentingan-kepentingan pekerja. Menjalankan AD/ART dan aturan lainnya, memilih perwakilan mereka, mengatur dan melaksanakan berbagai program aktivitasnya. Mandiri secara finansial dan memiliki perlindungan atas aset-aset dan kepemilikan mereka. Bebas dari ancaman pemecatan dan skorsing tanpa proses hukum yang jelas atau mendapatkan kesempatan untuk mengadukan ke badan hukum yang independen dan tidak berpihak. Bebas mendirikan dan bergabung dengan federasi ataupun konfederasi sesuai dengan pilihan mereka, bebas pula untuk berafiliasi dengan organisasi pekerja internasional. Bersamaan dengan itu, kebebasan yang dimiliki federasi dan konfederasi ini juga dilindungi, sama halnya dengan jaminan yang diberikan kepada organisasi pekerja.

Dengan adanya jaminan hukum yang diberikan oleh UU No 21/2000 dan Konvensi ILO No. 87 harusnya praktik union busting sudah lenyap dari bumi Indonesia. Namun, pada kenyataannya hal yang sebaliknya justru terjadi. Praktik union busting semakin meningkat dan semakin mengkhawatirkan. Mengapa hal ini terjadi?

Pembiaran dan keberpihakan pada pengusaha merupakan kata kunci untuk menjawab mengapa union busting masih terus terjadi. Pembiaran dan keberpihakan pada pengusaha ini dilakukan oleh negara melalui berbagai institusinya. Institusi tersebut diantaranya adalah:

Presiden. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden seharusnya mengupayakan agar seluruh aparat pemerintahannya melaksanakan amanat undang-undang dan menegakkan hak konsitusional kaum buruh untuk berserikat dan memperoleh kesejahteraan.

Mahkamah Agung. Insitusi ini cenderung lamban dan tidak memiliki keberpihakan pada kaum buruh. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyak kasus union busting dan kriminalisasi kaum buruh yang menumpuk dan tak terselesaikan hingga hari ini dan kalau pun terselesaikan, lebih banyak kaum buruh yang dikalahkan.
DPR. Dewan terhormat yang harusnya menjadi pengemban amanat rakyat cenderung lalai dalam melakukan pengawasan pelaksanaan undang-undang dan mendengar aspirasi kaum buruh.

Depnakertrans. Sebagai institusi yang melakukan pengawasan, Depnakertrans cenderung lalai melakukan tugas pengawasannya dan tidak bersikap pro-aktif dalam mengupayakan penghentikan praktik union busting di Indonesia.

Kepolisian. Kepolisian yang seharusnya menjadi ujung tombak penegakan hukum apabila terjadi kasus union busting cenderung bergerak lamban dan tutup mata terhadap kasus-kasus union busting.

Upaya yang harus dilakukan oleh kaum buruh untuk menegakkan kebebasan berserikat tidak lain adalah dengan melakukan desakan pada institusi-institusi tersebut di atas. Berkumpul, berdiskusi, menggalang persatuan kaum buruh, melakukan aksi, demonstrasi dan pemogokan adalah jalan yang harus dilakukan oleh kaum buruh untuk merebut kembali hak dan kebebasan yang selama ini telah dinjak-injak oleh perusahaan dan pengusaha. Ayo gabung, berbaris bersama dalam lautan massa kaum buruh untuk melawan union busting! Lawan Union busting sekarang juga!

Lawan Union Busting atau Pemberangusan Serikat Pekerja/Buruh!

Penjarakan Pelaku Union Busting!

Senin, 06 Februari 2012

APA ARTI SEBUAH REVOLUSI...???

Revolusi itu bukan sebuah ide yang luar biasa, dan istimewa, serta bukan lahir atas perintah seorang manusia yang luar biasa. Kecakapan dan sifat luar biasa dari seseorang dalam membangun revolusi, melaksanakan atau memimpinnya menuju kemenangan, tak dapat diciptakan dengan otaknya sendiri. Sebuah revolusi disebabkan oleh pergaulan hidup, suatu akibat tertentu dari tindakan-tindakan masyarakat. Atau dalam kata-kata yang dinamis, dia adalah akibat tertentu dan tak terhindarkan yang timbul dari pertentangan kelas yang kian hari kian tajam. Ketajaman pertentangan yang menimbulkan pertempuran itu ditentukan oleh Berbagai macam faktor: ekonomi, sosial, politik, dan psikologis. Semakin besar kekayaan pada satu pihak semakin beratlah kesengsaraan dan perbudakan di lain pihak. Pendeknya semakin besar jurang antara kelas yang memerintah dengan kelas yang diperintah semakin besarlah hantu revolusi. Tujuan sebuah revolusi ialah menentukan kelas mana yang akan memegang kekuasaan negeri, politik dan ekonomi, dan revolusi itu dijalankan dengan "kekerasan".

Di atas bangkai yang lama berdirilah satu kekuasaan baru yang menang. Demikianlah, masyarakat feodal didorong oleh masyarakat kapitalistis dan yang disebut lebih akhir ini sekarang berjuang mati-matian dengan masyarakat buruh yang bertujuan mencapai "satu masyarakat komunis yang tidak mempunyai kelas", lain halnya jika semua manusia yang ada sekarang musnah sama sekali tentulah terjadi proses : werden undvergehen, yakni perjuangan kelas terus-menerus hingga tercapai pergaulan hidup yang tidak mengenal kelas (menurut paham Karl Marx).
Di zaman purba waktu ilmu (wetenschap) masih muda, semua perjuangan dalam kegelapan (kelas-kelas) diterangi (dibereskan) oleh agama yang bermacam-macam; perjuangan golongan menyerupai keagamaan, umpamanya pertentangan Brahmanisme dan Budhisme, Ahriman, Zoroastria dengan Ormus (terang dengan gelap), Mosaisme dengan Israilisme, kemudian Katholisme dengan Protestanisme. Akan tetapi, pada hakikatnya semuanya itu adalah perjuangan kelas untuk kekuasaan ekonomi dan politik.

Kemudian sesudah ilmu dan percobaan menjadi lebih sempurna, sesudah manusia melemparkan sebagian atau semua "kepicikan otak" (dogma), setelah manusia menjadi cerdas dan dapat memikirkan soal pergaulan hidup, pertentangan kelas disendikan kepada pengetahuan yang nyata. Dalam perjuangan untuk keadilan dan politik, manusia tidak membutuhkan atau mencari-cari Tuhan lagi, atau ayat-ayat kitab agama, tetapi langsung menuju sebab musabab nyata yang merusakkan atau memperbaiki kehidupannya. Di seputar ini sajalah pikiran orang berkutat dan ia dinamakan cita-cita pemerintahan negeri. Kepada masalah itulah segenap keaktifan politik ditujukan.

Tatkala kehidupan masih sangat sederhana dan terutama tergantung kepada pekerjaan tangan dan pertanian, pendeknya di zaman feodal, seorang yang mempunyai darah raja-raja, biarpun bodohnya seperti kerbau, "boleh menaiki singgasana dengan pertolongan pendeta dan bangsawan", menguasai nasib berjuta-juta manusia.

Cara pemerintahan serupa itu menjadi sangat sempit tatkala teknik lebih maju dan feodalisme yang sudah bobrok itu pun merintangi kemajuan industri. Kelas baru, yaitu "borjuasi" yang menguasai cara penghasilan model baru (kapitalisme), merasa tak senang sebab ketiadaan hak-hak politik. Mereka meminta supaya pemerintahan diserahkan kepada mereka yang lebih cakap dan pemerintah boleh "diangkat" atau "diturunkan" oleh rakyat. Cita-cita politik borjuasi adalah demokrasi dan parlementarisme. Ia menuntut penghapusan sekalian hak-hak feodal dan juga menuntut penetapan sistem penghasilan dan pembagian (distribusi yang kapitalistis).

Tatkala raja dan para pendetanya tetap mempertahankan hak-haknya hancurlah mereka dalam nyala revolusi. "Revolusi borjuasi" tahun 1789 sebagai buah pertentangan yang tak mengenal lelah antara feodalisme dengan kapitalisme menjadikan negeri Prancis sebagai pelopor sekian banyak revolusi yang kemudian berturut-turut pecah di seluruh Eropa.

Nasib raja Prancis (yang digulingkan) diderita juga oleh raja Rusia yang mencoba-coba mengungkung borjuasi dan buruh dengan perantaraan kesaktian takhayul dan kekerasan di dalam sekapan feodalisme yang lapuk itu.

Cita-cita revolusioner berjalan terus tanpa mengindahkan adanya pukulan, peluru dan siksaan yang tak terlukiskan walaupun dengan pena pujangga Dostoyevsky. Di dalam gua-gua yang gelap, di dalam tambang-tambang di Siberia, di dalam penjara yang mesum, dingin dan sempit itu, angan-angan dan kemauan revolusioner memperoleh pelajaran yang tak ternilai. Kerajaan, gereja dan Duma (parlemen di Rusia) dalam waktu yang singkat habis disapu oleh gelombang revolusioner yang tak terbendung. Dalam revolusi buruh bulan November 1917 kelihatan bahwa kelas buruh mempunyai kekuatan dan kemauan yang melebihi borjuasi.

Raja Inggris, George III, yang tak mengindahkan riwayat negerinya sendiri menyangka bahwa armada yang kuat dan kebesaran kekayaannya dapat merintangi tumbuhnya kesosialan. Bangsa Amerika Utara dengan tak mengindahkan jumlahnya yang kecil, kurangnya pengalaman dalam soal penerangan, uang dan lain-lain alat material, dapat mencapai kemerdekaannya sesudah mengadakan perlawanan habis-habisan yang tak kenal lelah itu.

Baru setelah kungkungan ekonomi dan politik berhasil diputuskan dari imperialisme Inggris, dapatlah Amerika Utara melangkah menuju kekayaan kekuasaan dan kebudayaan yang sungguh tiada dua dalam riwayatnya.

Seandainya ia belum dua kali menceburkan diri kedalam revolusi (pada tahun 1860), Amerika Utara tak akan dikenal dunia selain sebagai Australia dan Kanada.

Revolusi sosial bukanlah semata-mata terbatas di Eropa saja, tetapi merupakan kejadian umum yang tidak bergantung kepada negeri dan bangsa. Tidakkah Jepang 60 tahun yang lalu (1868) menghancurkan sekalian hak-hak feodal dengan perantaraan revolusi? Sesudah kejadian itu, lenyaplah Kerajaan Matahari Terbit.

Pendeknya dengan jalan revolusi dan perang kemerdekaan nasionallah (yang dapat dimasukkan dalam revolusi sosial!), maka sekalian negeri besar dan modern tanpa kecuali, melepaskan diri dari kungkungan kelas dan penjajahan.

Revolusi bukan saja menghukum sekalian perbuatan ganas, menentang kecurangan dan kelaliman, tetapi juga mencapai segenap perbaikan dari kecelaan.

Di dalam masa revolusilah tercapai puncak kekuatan moral, terlahir kecerdasan pikiran dan teraih segenap kemampuan untuk mendirikan masyarakat baru.

Satu kelas dari suatu bangsa yang tidak mampu mengenyahkan peraturan-peraturan kolot serta perbudakan melalui revolusi, niscaya musnah atau terkutuk menjadi budak abadi.

Revolusi adalah mencipta!

Minggu, 05 Februari 2012

Kurangnya Respons Media Meliput Gerakan Buruh.

Kuantitas dan kualitas pemogokan dan demontrasi buruh semakin meningkat sejak kejatuhan rezim Soeharto. Hal ini selain karena kondisi buruh yang semakin tertindas, juga karena ruang kebebasan berorganisasi semakin terbuka lebar. 
Nyaris setiap hari media massa memberitakan aksi pemogokan dan demonstrasi buruh. Namun demikian, hingga saat ini belum banyak diketahui bagaimana aksi buruh tersebut direpresentasikan oleh media massa. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk meneliti masalah ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana aksi pemogokan dan demonstrasi buruh direpresentasikan oleh media massa. 
Penelitian ini menggunakan metode analisa isi. Objek penelitiannya adalah berita-berita aksi pemogokan dan demonstrasi buruh yang dimuat pada harian Kompas dan Media Indonesia, selama tahun 2000. Unit analisis yang dikoding adalah posisi fisik berita, format berita, sifat berita, sumber berita, frame berita, dan orientasi berita.
Temuan penelitian ini adalah secara umum dua surat kabar yang menjadi subjek dalam penelitian ini tidak memiliki perbedaan yang mendasar. Dari sisi letak halaman mereka sama-sama jarang menempatkan berita pemogokan buruh di halaman-halaman selain halaman satu seperti halaman 2, halaman 11, halaman 24, dan sebagainya. Mereka juga sama-sama memberikan ruang yang kurang lebih sama untuk berita-berita pemogokan buruh.
Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa baik Kompas maupun Media Indonesia sama-sama suka memilih format berita straight news dan sjfat berita hard news. Kedua media tersebut juga cenderung menggunakan buruh sebagai sumber utama beritanya. Kemudian, frame yang sama-sama sering mereka gunakan untuk melaporkan berita pemogokan buruh adalah frame anarkis yang biasanya dipakai oleh pengusaha dalam menanggapai berbagai isu di sekitar pemogokan buruh dan frame pelanggaran terhadap hak-hak buruh yang biasanya dipakai oleh buruh dalam menginterprestasikan berbagai peristiwa konflik industrial. Terakhir, mereka sama-sama berorientasi pada peristiwa dari pada isu dalam menceritakan aksi-aksi pemogokan buruh.