Kamis, 26 Januari 2012

PERJUANGAN BURUH

Buruh diikat dalam hubungan kerja (produksi). Tenaga mereka diperas untuk memenuhi target produksi. Hubungan ekonomi ini mengakibatkan buruh mengalami ketidak-adilan.
Mereka juga dikekang aktivitasnya dan diperlakukan sewenang-wenang. Perundang-undangan, intimidasi dan teror telah menekan aktivitas buruh, bahkan mengalami penindasan dari aparat bersenjata. Akibatnya, buruh terus mengalami perpecahan dan sulit menyatukan kepentingannya secara terorganisasi.
 
Buruh berusaha keluar dari ketidakadilan ekonomi dan penindasan politik tersebut. Mereka mengembangkan cara-cara untuk keluar dari situasi ini baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Upaya buruh keluar dari situasi ini dapat dikatakan sebagai perjuangan buruh. Perjuangan ini terutama nampak dalam upaya meningkatkan kesejahteraan.

Perjuangan buruh itu merupakan suatu fakta yang tidak terbantahkan yang telah berlangsung sejak tumbuhnya lapisan buruh. Pada masa Orde Baru yang otoriter pun, buruh telah menunjukkan berbagai perjuangannya. Dan selama buruh merasa ada masalah, mereka akan terus melakukan perjuangan dalam berbagai kesempatan terutama dalam menuntut hak-hak mereka.

Apakah perjuangan buruh itu?

Perjuangan buruh adalah langkah-langkah dan tindakan-tindakan yang dilakukan buruh dalam mencapai tujuan tertentu baik perjuangan meningkatkan kesejahteraan maupun mempengaruhi kebijakan pemerintah atau negara untuk lebih melindungi hak-hak dan kepentingan buruh. Perjuangan buruh juga bisa meningkat secara politis.

Dalam perjuangan itu selalu digunakan cara-cara dan taktik-taktik dalam mencapai tujuan. Sebuah perjuangan bisa saja berhasil dan bisa pula gagal. Pada suatu saat meraih kemenangan terbatas, tapi pada kesempatan lain justru menemui kekalahan.

Kekalahan bisa digunakan sebagai pelajaran berharga agar perjuangan-perjuangan selanjutnya dapat diperbaiki untuk tidak menghasilkan kegagalan. Dan keberhasilan tidak bisa hanya diukur melalui hasil langsung pada tuntutan seperti upah langsung naik, melainkan juga hasil-hasil tak langsung seperti semakin banyaknya buruh ikut berjuang.

Bagaimana sifat politik perburuhan?

Tak ada kekuasaan ekonomi cuma dijalankan secara ekonomi belaka. Bukankah pengusaha telah menempuh cara-cara, mengorganisasikan kekuatan, membentuk fungsi-fungsi dan menyusun tujuan-tujuan yang sesuai dengan kepentingan mereka secara keseluruhan.

Atas dasar itu, pengusaha mewakilkan kepentingan-kepentingannya kepada "negara pengusaha" (capitalist state). Negara pengusaha inilah yang menjadi "wakil politik" yang legal dari pengusaha. Bagi buruh, mengenali politik berarti juga mengenali karakter "negara pengusaha" tersebut.

Pertama, pengusaha adalah golongan ekonomi minoritas yang berkuasa. Untuk dapat langgeng, pengusaha butuh alat politiknya yang legal, yakni "negara pengusaha". Negara ini berfungsi untuk melayani kepentingan-kepentingan pengusaha secara keseluruhan: menciptakan kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk akumulasi modal dan menghasilkan kembali sistem pengusaha. Termasuk pula fungsi menundukkan seluruh penduduk terutama buruh di bawah kepentingan pengusaha.

Kedua, agar terkesan mengakomodasi kepentingan semua golongan, diberlakukan sistem multipartai, parlemen dan perundang-undangan. Bisa saja dalam pemilihan umum, wakil-wakil buruh dapat suara dan masuk parlemen. Tapi semua ini dijalankan dalam kerangka "parlemen pengusaha" dan "perundang-undangan pengusaha". Karena itu, UU perburuhan yang dihasilkan tak pernah bersifat radikal terhadap pengusaha. Selalu saja merugikan kepentingan buruh.

Ketiga, berbagai propaganda yang sesuai dengan kekuasaan pengusaha terutama ditujukan untuk memecah-belah buruh sebagai golongan yang diupah atau digaji. Misalnya, profesional dan eksekutif terlalu bangga terhadap julukan-julukannya, sehingga mereka "merasa" berbeda dengan golongan buruh pabrik. Orde Baru memaksa buruh memakai konsep "karyawan" dan HIP (Hubungan Industrial Pancasila). Terpecah-belahnya kaum buruh melalui propaganda pemisahan buruh kerah putih (white collar) atau buruh berdasi dari buruh kerah biru (blue collar) telah membutakan mata pikiran buruh kerah putih untuk meletakkan dirinya sebagai golongan yang sama-sama diupah atau pemakan gaji.

Apakah buruh punya kekuatan?

Tapi politik seperti itu barulah sepihak belaka: orientasi pengusaha. Buruh tak diajak untuk mengenali kekuatannya sendiri. Buruh diseret-seret dalam perangkap yang ditata oleh golongan pengusaha dan "negara pengusaha". Sehingga buruh tak bisa keluar dan membebaskan diri dari pikiran yang menawan mereka untuk mengembangkan kekuatannya sendiri. Buruh tak pernah bisa bersatu dan membangun solidaritas dengan sesama golongannya.

Padahal, politik perburuhan yang berkembang selama ini sesungguhnya adalah hasil-hasil politik yang ditata, diatur dan diberlakukan menurut cara-cara, kekuatan-kekuatan, fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan golongan pengusaha demi langgengnya sistem ekonomi pengusaha. Kaum buruh tak pernah meletakkan politiknya untuk menata, mengatur dan memberlakukan politik menurut cara-cara, kekuatan-kekuatan, fungsi-fungsi dan tujuan-tujuan yang memajukan kepentingan buruh dalam jangka panjang.

Sebaliknya, bila dilihat dari apa yang dihasilkan buruh berupa barang-barang dan jasa-jasa bagi kebutuhan masyarakat, segera bisa dirasakan betapa buruh memiliki kekuatannya yang hebat. Dengan tenaga kerja yang dikeluarkannya, kaum buruh telah menghasilkan prestasi ekonomi bahkan peradaban suatu masyarakat yang gemilang.

Kesadaran buruh terhadap kekuatannya sendiri adalah sangat penting bagi proses peletakan dasar-dasar perjuangan buruh. Bagaimana mereka dapat memiliki dasar-dasar yang cerdas dalam membangun kekuatan bersama?

Apakah buruh terus berjuang?

Buruh berjuang? Fakta atas berjuangnya buruh sudah tak terbantahkan lagi. Buruh terus berjuang dengan berbagai tuntutan yang diajukan mereka baik kepada pengusaha maupun pemerintah. Di mana saja buruh-buruh berhimpun dan kapan saja mereka pandang perlu mengambil prakarsa, pada setiap momen itu pulalah mereka melancarkan perjuangannya.

Pertama, buruh menunjukkan perjuangannya dengan cara mengusulkan atau mengajukan petisi tuntuan kepada pengelola perusahaan atau tempat-tempat kerja seperti mendatangi pengelola baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Kedua, buruh mengajukan tuntuan-tuntutan mereka dengan cara melakukan aksi pemogokan. Aksi bisa berjalan di dalam perusahaan atau tempat kerja dan bisa pula di luar tempat kerja mereka.

Ketiga, buruh melakukan perjuangan dengan cara mendatangi kantor pemerintah seperti Depnaker maupun parlemen DPR/DPRD agar aparat negara (state apparatus) memberikan tekanan terhadap perusahaan atau penguasa tempat kerja mereka.

Mengapa buruh berjuang?

Buruh dan pengusaha memang saling membutuhkan, karena keduanya terlibat di dalam hubungan kerja (produksi). Tapi, mengapa buruh harus berjuang menghadapi pengusaha?

Pertama, buruh dan pengusaha berada dalam hubungan yang saling bertentangan. Buruh adalah golongan yang diupah dan pengusaha adalah golongan pengupah. Pengusaha punya motif mengejar laba dengan cara menekan upah, sedangkan buruh punya motif meningkatkan upah.

Kedua, buruh merasakan ketidakadilan, karena hasil kerja yang sudah dipenuhinya telah memajukan perusahaan dan memperkaya pengusaha. Sementara buruh tidak menikmati hasil kemajuan perusahaan dan kemakmuran pengusaha. Mereka menderita secara ekonomi.

Ketiga, aturan-aturan termasuk disiplin kerja yang diterapkan pengusaha sering dirasakan melewati batas, sehingga memberatkan atau menekan buruh. Mereka merasa diperlakukan sewenang-wenang dan pada gilirannya mereka tidak bisa lagi menerima perlakuan tersebut.

Keempat, sejumlah perusahaan atau tempat kerja dibiarkan dengan kondisi kerja yang buruk. Buruh bisa mengalami sesak nafas dan penyakit paru-paru lainnya, rusaknya pendengaran (telinga), serta kecelakaan kerja baik akibat penggunaan alat-alat berat maupun bahan kimia yang berbahaya.

Kelima, buruh merasa diperlakukan tidak adil oleh kebijakan pemerintah dan perundang-undangan. Kebijakan pemerintah dan produk hukum yang dikeluarkan merugikan buruh seperti memberlakukan upah yang rendah dan mengekang buruh untuk berserikat.

Bagaimana caranya buruh berjuang?

Buruh punya berbagai cara untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya sebagaimana yang sudah ditunjukkan pada point 5.3. Secara garis besar dapat dikelompokkan dalam dua cara.

Pertama, buruh sering memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya secara spontan. Mereka bisa melakukannya dengan cara sendiri-sendiri dan bisa juga bersama-sama seperti pemogokan dan demonstrasi. Perjuangan spontan ini sifatnya sesaat atau ad hoc (khusus dan sementara).

Kedua, peningkatan perjuangan buruh bisa mendorong mereka menyusun rencana perjuangan yang lebih terumuskan. Mereka membentuk kelompok dan kemudian mendirikan serikat buruh sebagai alat perjuangannya. Dalam rumusannya, serikat ini menetapkan fungsi-fungsi pengorganisasian buruh dengan berbagai kegiatan yang bisa dijalankannya.

Perlukah buruh bersatu?

Ketika buruh melancarkan aksi pemogokan sebagai kekuatan kolektif, sebenarnya buruh sudah merasa bersatu. Dengan bersatu dalam pemogokan, buruh sudah menunjukkan kekuatannya. Tapi merasa bersatu seperti itu barulah bersifat spontan, belum menunjukkan kebutuhan yang berjangka panjang. Buruh perlu bersatu bukan karena didasarkan pada kepentingan sesaat.

Pertama, dalam perusahaan dan tempat-tempat kerja lainnya, buruh harus menyadari bahwa mereka adalah golongan yang sama, yakni sama-sama diupah dan digaji. Buruh harus merasa bahwa mereka merupakan satu golongan yang mengalami ketidakadilan ekonomi secara bersama.

Kedua, secara bersama (kolektif), setiap buruh juga menghadapi masalah-masalah yang sama dalam hubungan mereka dengan pengusaha. Mereka bisa menghadapi UMR yang rendah bersama-sama. Mereka juga bisa diperlakukan sewenang-wenang secara bersama.

Ketiga, dengan mengalami kenyataan pahit bersama-sama, sering menimbulkan rasa senasib dan sepenanggungan di antara buruh. Rasa solidaritas ini merupakan potensi bagi keperluan buruh untuk bersatu: membangun kekuatannya.

Keempat, berbeda dengan pengusaha, karena pengusaha sudah terwakili kebersatuan mereka di dalam sistem yang mereka bangun, atur dan berlakukan kepada buruh dan seluruh penduduk. Mereka punya perusahaan, asosiasi pengusaha, negara pengusaha, sistem hukum, sistem budaya dan ideologi. Buruh juga perlu membangun sistem perjuangannya.

Dengan begitu, untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya, buruh membutuhkan persatuan di antara mereka sebagai sebuah golongan yang mengalami ketidakadilan.

Apakah buruh itu pelaku perubahan sosial?

Setiap orang yang menjadi buruh patutlah merasa bangga, karena mereka digolongkan sebagai golongan yang tak pernah berhenti untuk berjuang. Karena terus-menerus berjuang, banyak ilmuwan yang kritis dan peneliti yang jujur, merasa kagum terhadap apa yang telah dilakukan buruh bagi masyarakatnya.

Sebagian dari hasil pengamatan dan penelitian mereka, disimpulkan bahwa kaum buruh digolongkan sebagai "pelaku perubahan sosial" atau "arsitek perubahan" ke arah masyarakat yang demokratis dan adil-sejahtera. Pengalaman perjuangan buruh di Korea Selatan, Thailand, Afrika Selatan dan Argentina, telah menempatkan kaum buruh sebagai "pelaku perubahan sosial" tersebut.

Munculnya "negara kesejahteraan" (welfare state) di Eropa Barat sama sekali tak bisa diabaikan dari perjuangan kaum buruh. Dari perjuangan buruh itulah masyarakat di negeri-negeri ini mendapatkan berbagai fasilitas murah dan gratis serta tunjangan sosial dari negara.

Sungguh besar jasa kaum buruh dalam membuahkan perubahan-perubahan tersebut. Melalui berbagai gerakan perjuangan buruh, prestasi-prestasi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, serta demokratisasi, dapat mengalami kemajuan.

Begitu juga perjuangan kaum buruh di Indonesia. Walaupun hasilnya masuk ke kantong-kantong pengusaha, tapi kemampuan ekonomi yang dikeluarkan kaum buruh telah ditunjukkan dengan prestasi mereka dalam menggenjot penghasilan ekspor manufaktur ringan seperti tekstil, pakaian jadi, sepatu dan kayu lapis sepanjang dekade 1980-an dan awal 1990-an. Tak ada keberhasilan ekonomi tanpa sumbangan penting yang diberikan kaum buruh.

Menyadari betapa kaum buruh telah menunjukkan sumbangannya yang sangat berarti bagi ekonomi maupun prestasi lainnya bagi masyarakatnya, maka kesadaran buruh sebagai "pelaku perubahan sosial" sangatlah penting untuk dimajukan. Kesadaran dan kebanggaan ini haruslah menjadi pendorong semangat dan mental bagi buruh sebagai pelaku - bukan menerima atau menangisi nasibnya yang diperas oleh pengusaha dan diperlakukan sewenang-wenang oleh negara.

Setiap buruh yang menyadari kedudukan mereka sebagai "pelaku perubahan sosial", pada umumnya tidak gampang menyerah. Mereka berusaha memupuk semangat dan mental rekan-rekannya untuk terus terlibat sebagai arsitek atau pelaku dalam berbagai perjuangan buruh.

Mengapa buruh sebagai pelaku perubahan?

Pengusaha adalah golongan pendiri dan sekaligus pemetik laba dari sistem produksi dan pasar kapitalis yang dibangunnya. Kedudukan pengusaha sangat strategis sebagai penguasa sistem ekonomi. Penguasa ekonomi berarti penguasa atas seluruh masyarakat - pemegang kendali tatanan masyarakat. Sistem politik (negara), hukum, budaya dan ideologi mengabdi pada kepentingan golongan pengusaha.

Golongan pengusaha dengan segala kekuatannya berusaha bukan hanya mempertahankan, tapi juga memperbaiki sistem ekonomi yang sudah dihidupi dan menghidupinya. Sebagai penguasa ekonomi, pengusaha pasti berurusan dengan golongan yang dikuasai dalam ekonomi pula. Pengusaha membutuhkan buruh walaupun dalam hubungan yang saling bertentangan.

Buruh adalah golongan yang dipekerjakan dan diupah oleh pengusaha. Walaupun begitu, buruh justru memiliki kepentingan yang berlawanan dengan pengusaha. Bila pengusaha menekan tingkat upah, buruh justru memperjuangkan upah yang lebih baik. Sekalipun membutuhkan buruh, pengusaha juga memusuhi buruh. Permusuhan abadi ini akan membuat keduanya selalu dalam pertentangan atau perselisihan.

Seperti juga pengusaha, kedudukan buruh sangat strategis, karena letaknya dalam sistem produksi komoditas. Kedudukan ini pula yang memungkinkan buruh dapat memainkan perannya sebagai pelaku atau arsitek perubahan sosial bila buruh berhasil tahap demi tahap membebaskan diri dari kepungan dan kungkungan sistem pengusaha.

Bagaimana mencipta alat perjuangan buruh?

Buruh tak akan dapat mengubah nasibnya dan menjadi pelaku perubahan sosial tanpa secara konsekuen memperjuangkan hak-hak dan kepentingannya, entah sesaat dan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang.

Buruh perlu memperjuangkan upah yang layak agar tak hanya sekadar mempertahankan hidupnya belaka. Buruh juga butuh rumah, tak sekadar kamar kontrakan atau beristirahat di bedeng-bedeng. Mereka butuh pakaian dan sepatu yang cukup. Buruh juga butuh hiburan untuk memulihkan kesuntukan kerja.

Buruh juga perlu berjuang menuntut perbaikan kondisi kerja. Buruh yang bekerja di tempat-tempat dan dengan bahan-bahan berbahaya perlu menuntut perbaikan agar kesehatan dan keselamatan mereka tidak terancam.

Untuk memperjuangkan tuntutan-tuntutannya, buruh perlu mengidentifikasi atau mengenali masalah-masalah apa saja yang dihadapi di tempat-tempat kerja mereka. Selain itu, buruh harus mencipta alat perjuangannya sendiri. Caranya adalah dengan membentuk dan menjalankan organisasi sendiri.

Tapi untuk melancarkan perjuangan secara teratur dan sistematis (terencana), buruh harus menciptakan dan mengembangkan alat-alat perjuangannya. Dengan alat-alat inilah buruh dapat mengerahkan tenaga-tenaga kreatif mereka sebagai arsitek perubahan sosial.

Apa saja alat perjuangan buruh?

Kita sudah mengenali alat-alat yang dipergunakan oleh pengusaha sebagai golongan minoritas yang berkuasa. Mereka tak hanya punya alat-alat seperti perusahaan dan penjaga keamanan, tapi juga alat-alat politik, hukum, pendidikan dan teori-teori ekonomi serta media massa. Alat politiknya adalah negara: mulai dari tentara, polisi, dinas rahasia (mata-mata), pemerintah dan parlemen serta partai pro pengusaha. Alat-alat hukumnya seperti perundang-undangan, pengadilan dan pengacara mereka. Alat-alat pendidikan adalah sekolah dan lembaga pendidikan lainnya yang sejalan dengan kepentingan pengusaha. Juga punya alat-alat pembenar ekonominya yang disusun oleh teoritisi-teorisi dan penasehat-penasehat ekonomi mereka.

Untuk memperjuangkan hak-hak dan kepentingan-kepentingan buruh agar dapat efektif, buruh juga membutuhkan alat-alat perjuangannya. Apa saja alat-alat perjuangan buruh yang harus diciptakan dan ditata?

Pertama, sama seperti pengusaha menciptakan alat-alat ekonominya berbentuk perusahaan, maka buruh juga perlu alatnya sendiri berupa serikat-serikat buruh. Bila pengusaha bisa menjalankan perusahaannya untuk meraih keuntungan, maka buruh juga harus melatih diri untuk bisa menjalankan kegiatan-kegiatan serikat buruh secara efektif untuk menyatukan kepentingan ekonomi kaum buruh.

Kedua, jika pengusaha mempunyai alat politiknya berupa negara, maka buruh juga harus punya alat perjuangan politiknya berupa sebuah partai pro buruh. Partai harus membuat buruh melek politik dan menegakkan kepemimpinan buruh yang bertentangan dengan politik pengusaha. Partai harus digunakan untuk menyatukan kepentingan politik semua buruh.

Ketiga, pengusaha mempunyai alat-alat pendidikannya seperti sekolah untuk mendapatkan kembali tenaga kerja yang terdidik dan segar, maka buruh juga harus menciptakan alat-alat pendidikannya sendiri seperti lembaga-lembaga pendidikan buruh yang konsisten dan konsekuen bagi perjuangan buruh.

Keempat, pengusaha punya alat-alat propagandanya seperti media massa dan kantor-kantor iklan, maka hal yang sama buruh juga perlu menciptakan alat-alat propagandanya sendiri yang bertentangan dengan kepentingan pokok pengusaha. Alat propaganda ini harus digunakan untuk menyatukan kepentingan pikiran dan kesadaran kaum buruh.

Tanpa alat-alat perjuangannya, buruh akan sulit dan bisa tak mungkin memperjuangkan kepentingannya secara berhasil. Yang juga harus dipertimbangkan, buruh punya kekuatan terpenting dan paling bernilai, yakni tenaga kerja. Seharusnya, buruh bukan hanya bisa menciptakan alat-alat perjuangannya, tapi juga bisa membalikkan keadaan di mana pada akhirnya seluruh kekuatan pengusaha hancur berantakan.

Ada banyak perusahaan dan tempat kerja lainnya yang tersebar di berbagai lokasi, kota dan pedesaan. Ada berbagai macam cara pula bagaimana para pemilik perusahaan dan penguasa tempat-tempat kerja ini menata dan mengaturnya. Dan di situlah pula para penjual tenaga kerja (buruh) menjalankan kewajiban kerjanya untuk orang-orang yang mempekerjakannya.

Hubungan-hubungan yang berlangsung di berbagai tempat kerja, memang perlu diamati guna mengumpulkan berbagai informasi dan kemudian melengkapi sebagai rumusan rencana bertindak ketika menghadapi masalah: rumusan tentang berjuang di tempat kerja.

Apakah tempat kerja itu?

Setiap buruh atau penjual tenaga kerja pasti tahu di tempat seperti apa mereka bekerja. Misalnya, buruh yang bekerja di pabrik, bekerja di perkebunan, bekerja di pertambangan, bekerja di perhotelan, bekerja di bank, kantor LSM, bekerja di sekolah atau universitas, bekerja di kantor-kantor pemerintah, serta bekerja di bandara dan pelabuhan. Semua itu adalah tempat-tempat kerja di mana buruh bekerja.

Pertama, tempat kerja adalah tempat di mana buruh atau penjual tenaga kerja menjalankan kegiatan kerjanya. Tempat kerja berarti tempat tersedianya alat-alat atau sarana-sarana kerja yang dipergunakan buruh atau para penjual tenaga kerja untuk menjalankan kegiatan kerjanya.

Kedua, tempat kerja juga merupakan tempat di mana perusahaan-perusahaan milik pengusaha dan milik negara atau orang-orang yang menguasainya melakukan penataan dan pengaturan terhadap orang-orang yang dipekerjakan. Tempat-tempat kerja ini diatur berdasarkan hak milik atau otoritas yang dimilikinya. Artinya, tempat kerja ini ada pemilik atau penguasanya.

Ketiga, tempat kerja merupakan tempat di mana masalah-masalah hubungan kerja berlangsung. Buruh sebagai golongan yang dipekerjakan menghadapi berbagai masalah hubungan kerja dalam perusahaan dan tempat kerja lainnya.

Keempat, tempat kerja bisa digunakan buruh untuk melancarkan perjuangannya. Karena munculnya masalah-masalah hubungan kerja, maka buruh juga berjuang mengajukan tuntutan-tuntutannya kepada pihak yang mempekerjakannya.

Apa yang dialami buruh dalam hubungan kerja?

Hubungan kerja (produksi) adalah hubungan di mana buruh mengeluarkan tenaga kerjanya - sebuah tenaga yang luar biasa hebatnya - untuk menghasilkan produk. Dengan tenaga inilah buruh dapat menghasilkan banyak barang dan jasa sesuai dengan kemampuannya.

Berhubung tenaga kerja melekat dalam tubuh buruh, maka penggunaannya yang terus-menerus pastilah membahayakan kesehatan dan keselamatan buruh. Penggunaannya harus dibatasi, katakanlah, 8 jam sehari. Bila lembur, juga harus dibatasi, terutama yang lebih banyak menggunakan tenaga fisiknya seperti menjahit, memotong, mengangkut dan mengepak barang. Karena mata, tangan dan anggota tubuh lainnya bisa mengalami kelelahan. Penggunaan di luar batas kemampuannya akan merusak sel-sel tubuh buruh.

Dalam bekerja, buruh merasakan dan mengalami kelelahan. Apalagi dengan konsentrasi dan terus-menerus. Terlebih lagi buruh menghadapi bagian-bagian yang sama sepanjang pekerjaannya. Buruh bisa bosan, muak serta sekaligus kantuk. Itu-itu melulu untuk memenuhi kerjanya pada pengusaha. Karena itu, buruh perlu istirahat dan memenuhi kebutuhan hidupnya yang cukup agar buruh dapat memulihkan tenaganya untuk digunakan kembali esok harinya.

Walaupun sudah mengeluarkan tenaga berjam-jam, buruh tak lepas dari pengawasan. Di antara mereka banyak yang dimata-matai ketika bekerja. Bahkan ada yang dimarahi atau dibentak. Bagi buruh perempuan, tak jarang mengalami pelecehan: diganggu secara seksual. Ada yang hamil sulit mendapatkan cuti hamil. Ada pula yang mengalami haid, tak diberikan cuti haid.
 
Apakah buruh harus menerima saja nasibnya?
 
Di antara buruh, ada yang menerima begitu saja nasibnya dan ada pula yang tak hanya berdiam diri diperlakukan sewenang-wenang berdasarkan aturan-aturan pengusaha seperti PHK, upah dan tunjangan kerja yang belum dibayar atau dipotong, pengusaha belum menaikkan UMR, atau dihukum jemur.
 
Tapi banyak tindakan yang diambil buruh, lebih bersifat spontan: tanpa perencanaan. Ketika menolak diperlakukan sewenang-wenang, buruh secara spontan mengajukan tuntutan baik dalam bentuk petisi dan poster atau pamflet maupun aksi mogok kerja dan demonstrasi.
 
Walaupun begitu, menolak perlakuan sewenang-wenang dengan bentuk apa pun - sepanjang bukan perusakan atau kriminal (menurut aturan pengusaha yang berlaku umum) - tindakan spontan buruh sudah mencerminkan kemajuan bagi kesadaran buruh itu sendiri. Mereka sudah bisa membedakan mana yang sewenang-wenang dan mana pula yang benar (menurut aturan pengusaha yang berlaku umum).
 
Aksi-aksi yang dilakukan buruh secara spontan mencerminkan tahapan perkembangan dalam menanggapi perkembangan situasinya. Buruh juga tak perlu berkecil hati karena kelemahan dan kekurangannya dalam membangun alat-alat perjuangannya sendiri. Tahap seperti ini bisa dikatakan sebagai tahap awal, yang harus dilanjutkan dengan tahapan berikutnya.
 
Yang terpenting bagi buruh adalah semangatnya untuk tidak menyerah atau putus asa terhadap satu-dua kegagalan. Dan yang lebih penting lagi adalah belajar dari kegagalan-kegagalan sebelumnya, sehingga bisa ditarik pelajaran berharga. Buruh harus melatih diri untuk keluar dan membebaskan diri dari keadaan putus asa.
 
Apa saja masalah yang muncul di tempat kerja?
 
Seperti sudah ditunjukkan, tempat kerja merupakan tempat di mana masalah-masalah hubungan kerja dan lainnya muncul dan berkembang. Kita perlu melihat masalah-masalah yang muncul dan berkembang di tempat-tempat kerja.
 
Pertama, sudah umum bila buruh menghadapi masalah upah. Bisa bermasalah karena pemilik perusahaan belum memberlakukan UMR yang sudah dikeluarkan pemerintah. Bisa juga karena upah yang diberlakukan terlalu rendah. Dan juga bisa karena pihak pengusaha menjanjikan kenaikan upah atau gaji secara berkala setahun atau dua tahun sekali.
 
Kedua, sudah banyak perusahaan memberlakukan tunjangan. Bahkan sudah berlaku UU Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Selain asuransi, buruh juga membutuhkan tunjangan kerja (sudah lebih setahun kerja), tunjangan keluarga, tunjangan kesehatan, dan tunjangan makan dan transpor. Kalangan pegawai negara dan buruh perusahaan negara sudah umum ada pensiun, tapi perusahaan swasta masih banyak belum punya program pensiun.
 
Ketiga, berbagai keberhasilan yang diraih perusahaan, buruh juga membutuhkan bonus tahunan atas prestasi yang dihasilkannya. Buruh menyadari bahwa keuntungan-keuntungan perusahaan sama sekali tidak lepas dari hasil kerja mereka. Kesadaran ini telah membangkitkan mereka untuk menuntut bonus dari keuntungan yang selama ini dipetik pihak pengusaha.
 
Keempat, dalam penerapan perjanjian kerja bisa timbul berbagai masalah baik perjanjian kerja individual maupun kolektif (dengan serikat). Perjanjian kerja individual menyangkut waktu kerja dan jenis pekerjaan beserta disiplin yang diterapkan. Sedangkan kolektif tertuang dalam KKB (Kesepakatan Kerja Bersama) antara perusahaan dengan serikat buruh. Begitu juga masalah status hubungan baik temporer maupun permanen.
 
Kelima, buruh juga banyak menghadapi masalah PHK. Perusahaan bisa berdalih karena bangkrut, buruh tidak disiplin, atau buruh mengundurkan diri, PHK terjadi. Setiap usai pemogokan buruh, sering terjadi PHK, karena pihak pengusaha sudah memata-matai orang yang dianggap pemimpin buruh dalam aksi mogok tersebut.
 
Keenam, banyak tindakan buruh dalam menyampaikan tuntutan di lakukan dengan aksi mogok serta unjuk rasa. Hak mogok bukan hanya diakui, tapi juga sudah dijamin oleh UU. Artinya, bila ada masalah di tempat kerja, buruh berhak mengungkapkannya dengan cara mogok kerja dan unjuk rasa. Mogok dan unjuk rasa ini merupakan salah cara dalam meningkatkan posisi tawar buruh terhadap pengusaha. Cara lainnya adalah berunding dengan pengusaha dalam menyampaikan tuntutan-tuntutan buruh.
 
Ketujuh, bagi kalangan buruh perempuan secara alamiah mengalami haid dan mereka juga mengalami hamil. Demi kesehatan mereka, seharusnya diberlakukan cuti haid dan hamil (beserta melahirkan). Masalah ini sudah banyak dialami, sehingga pihak pengusaha tidak peduli terhadap buruh yang haid dan hamil. Begitu juga buruh membutuhkan cuti tahunan untuk memulihkan rasa bosan dan muak selama menghadapi situasi di tempat kerja agar mereka dapat memanfaatkan cuti mereka dengan tetap dibayar upahnya.
 
Kedelapan, setiap tempat kerja, buruh membutuhkan alat mereka berkumpul, meningkatkan wawasan, membahas masalah-masalah mereka secara bersama dan menyampaikan tuntutan bersama di dalam sebuah serikat buruh. Hak buruh berserikat buruh dijamin oleh UU, sehingga tidak ada dalih untuk mencegah buruh membentuk dan menjalankan kegiatan-kegiatan serikat buruh. Pihak pengusaha juga harus menyediakan fasilitas bagi ruangan berkumpul untuk serikat buruh.
 
Kesembilan, dalam bekerja, buruh pasti mengalami rasa penat, lelah dan capek, sehingga dibutuhkanwaktu istirahat untuk memulihkan fisik dan mental mereka. Dalam 8 jam kerja, waktu istirahatnya bisa berlangsung satu jam. Selain itu, dalam seminggu, buruh juga membutuhkan waktu libur sehari atau dua hari.
 
Kesepuluh, dalam bekerja, buruh harus dilindungi dari kegiatan-kegiatan kerja yang membahayakan dirinya. Setiap tempat kerja harus memiliki ventilasi yang cukup atau ruangan yang cukup bagi kesehatan buruh. Begitu juga dalam menggunakan bahan-bahan kimia, buruh harus disediakan alat pelindung agar tidak membahayakannya.
 
Kesebelas, bisa terjadi kecelakaan kerja di tempat kerja. Buruh bisa saja mengalami keracunan makanan atau mengalami luka ketika menjalankan kerja dengan mesin-mesin dan lainnya. Pihak pengusaha harus menanggung pengobatan bagi buruh yang mengalami kecelakaan kerja.
 
Keduabelas, bisa pula terjadi buruh diperlakukan sewenang-wenang di luar aturan kerja seperti memberlakukan sanksi fisik atau melakukan pelecehan dan diskriminasi seksual terhadap buruh perempuan. Masalah-masalah ini juga bisa memicu konflik terbuka.
 
Masih banyak lagi masalah-masalah yang muncul di tempat kerja. Tapi secara umum, buruh menghadapi masalah dengan pihak pengusaha atau penguasa tempat kerja. Masalah-masalah ini cukup dipaparkan seperti itu.
 
Apakah buruh perlu serikat buruh?
 
Sebagai golongan mayoritas di tempat kerja, buruh menghadapi berbagai masalah hubungan kerja dan perlakuan yang sewenang-wenang. Untuk memecahkan masalah-masalah hubungan kerja, tak akan dapat dilakukan sendiri-sendiri, melainkan secara bersama-sama. Untuk memecahkan masalah bersama-sama ini berarti buruh mulai membutuhkan organisasi di tempat kerja. Organisasi ini biasa dinamakan serikat buruh.
 
Pertama, kebutuhan buruh akan sebuah serikat buruh bertujuan memperjuangkan dan memenangkan kepentingan-kepentingan tertentu buruh dalam hubungannya dengan pengusaha. Misalnya, memenangkan kenaikan upah dan tunjangan atau perbaikan kondisi kerja.
 
Kedua, serikat buruh diperlukan selain alat perjuangan, juga untuk meningkatkan keterampilan buruh dalam berorganisasi. Mereka dapat berkumpul, membahas masalah secara bersama, mengadakan pelatihan, membuat terbitan, penelitian, mengkomunikasikan masalah-masalah, serta meningkatkan solidaritas sebagai golongan senasib sepenanggungan. Serikat buruh menjadi alat perjuangan buruh secara langsung di tempat-tempat kerja.
 
Ketiga, buruh memerlukan serikat buruh juga dapat digunakan untuk menjalin hubungan dengan serikat-serikat buruh dan organisasi lainnya di luar tempat kerjanya baik secara sektoral maupun non-sektoral. Mereka dapat mengembangkannya menjadi hubungan kerjasama agar meningkat ke tingkat kota, wilayah dan kemudian tingkat nasional dan sampai tingkat internasional. Dengan cara inilah buruh dapat membangun solidaritas yang lebih luas.
 
Bagaimana membentuk serikat buruh?

Serikat buruh jelas bukan organisasi pengusaha. Karena pengusaha sudah punya organisasinya sendiri, yakni perusahaan. Bahkan dengan sesamanya, pengusaha membentuk asosiasi-asosiasi seperti Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia). Secara sektoral, pengusaha punya organisasi seperti API (Asosiasi Pertekstilan Indonesia). Jadi, serikat buruh benar-benar organisasi buruh.
 
Bagaimana caranya membentuk serikat? Pertama, buruh harus berkumpul dan menyampaikan usulan untuk membentuk serikat. Pengusaha tidak dibenarkan ikut campur dalam pembentukan serikat buruh. Setelah berkumpul dan menyampaikan usulan, buruh-buruh yang berada di tempat kerja ini menyatakan kesepakatannya dan membentuk panitia.
 
Kedua, buruh harus menyelenggarakan pemilihan pengurus (pimpinan) serikat buruh yang hendak dibentuknya. Selain pengurus, buruh juga dapat memilih anggota yang duduk dalam majelis anggota sebagai wakil anggota serikat buruh yang akan menjalankan fungsi pengawasan terhadap jalannya serikat buruh.
 
Ketiga, serikat buruh yang dibentuk dan dideklarasi itu, juga harus dibuat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, sehingga aturannya jelas bagi anggota-anggota serikat yang telah memilih pengurus dan majelis serta bagi anggota serikat, termasuk besar iuran anggota dan cara penarikannya serta mengatur Rapat Anggota secara berkala.
 
Keempat, pengurus serikat buruh harus menyusun rencana program dan kegiatan-kegiatannya untuk disampaikan rencana ini kepada anggota-anggota serikat. Dengan adanya program dan kegiatan, fungsi serikat buruh dapat berjalan untuk para anggota dan buruh-buruh yang belum menjadi anggotanya.
 
Cara pembentukan dan pelaksanaan serikat buruh seperti itu adalah demokratis. Karena serikat buruh adalah organisasi dari, oleh dan untuk buruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar