Membangun
Gerakan Buruh secara kuantitas dan kualitas
menuju
kesejahteraan sejati
I. Latar Belakang
Setiap fase perkembangan
masyarakat hingga dalam fase kapitalisme di mana terdapat kontradiksi
pokok/dasar antara klas buruh dan klas pemodal memberikan pelajaran-pelajaran
berharga salah satunya adalah gerakan berlawan yang melahirkan perubahan
haruslah disandarkan pada garis massa baik secara kuantitas maupun gerakan
massa yang memiliki kualitas.
Tatanan ekonomi politik
kapitalisme di mana alat-alat produksi terkonsentrasi pada segilintir
orang-para klas pemodal, sementara klas buruh yang mampu menghasilkan nilai
melalui kerjanya tetap berposisi sebagai klas yang terhisap menerima upah sekedar
hanya untuk bertahan hidup di mana buruh bisa bekerja/berproduksi untuk
keesokan harinya itupun harus direbut secara terus menerus. Sungguh klas buruh
sudah lama teralienasi (terasing) dari hasil kerjanya sendiri, terasing dari
kehidupan sosial politiknya.
Adalah betul bahwa
kapitalisme mampu berproduksi secara masal sebagai aklibat dari kemajuan
pengetahuan dan teknologi, akan tetapi semua hasil atau produk yang berlimpah
itu menjadi milik para pemilik modal bukan milik klas buruh sebagai tenaga produktif
yang menghasilkannya, justru kelimpahan produksi itu melahirkan malapetaka dan
sumber krisis yaitu over produksi (kelebihan produksi) yang tidak mampu terbeli
karena kecilnya daya beli dari buruh khususnya dan massa rakyat umumnya seperti
krisis yang terjadi sampai dengan saat ini.
Tidak hanya segi ekonomi semata. Dalam
mempertahankan idiologinya atau kenyakinannya untuk tetap mempertahankan sistem
kerja upah dan bisa mengakumulasi modal sebesar-besarnya secara terus menerus
kapitalisme menguasai negara dengan segala perangkatnya, negara dijadikan alat kepentingan
klas mereka. Bahwa negara harus campur tangan membuat regulasi atau
aturan yang berpihak pada pemodal, sehingga mampu memberikan legitimasi atau
pembenaran untuk melakukan eksploitasi dan akumulasi keuntungan
sebesar-besarnya. Disektor perburuhan misalnya dibuatkan UU ketenagakerjaan no
13/2003, disektor agraria dibuatkan UU pembebasan lahan yang baru-baru ini
disahkan, disektor pendidikan dibuatkan UU sisdiknas tahun 2003 dan akan menyusul
RUU perguruan tinggi yang akan membenarkan terjadinya kapitalisasi disektor
pendidikan dan masih bayak lagi regulasi yang dilahirkan negara atau rezim yang
berkuasa atas nama kepentingan modal.
Penguasaan atas negara/rezim
berkuasa mengartikan bahwa klas buruh tidak saja berhadapan langsung dengan
pengusaha/pemodal akan tetapi juga berhadapan langsung dengan negara secara
politiknya. Hal ini tentu kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri, para pemodal
memiliki pengetahuan, teknologi dll dan negara selalu setia melayani tuan
modalnya sehingga klas buruh berhadapan sama musuh yang remeh temeh alias
dipandang ringan sebaliknya sangatlah kuat. Pertanyaannya apakah mungkin klas
buruh bisa mendapatkan, merebut hak-haknya yang diambil klas pemodal?
Secara logis atau
berpandangan linier hanya melihat satu segi tanpa melihat segi yang lain memang
akan tersimpulkan hal itu menjadi tidak mungkin karena beranggapan klas pemodal
yang memiliki semuanya bahkan negara dikuasai oleh mereka tidaklah mungkin buruh itu mampu melawan apalagi
menang. Akan menjadi berbeda manakala kita berpikir berdasarkan kenyataan atau
kondisi yang selalu berkembang, berubah alias tidak tetap singkatnya selalu
bergerak (dialektis) dari satu fase ke fase yang lain, dari buruk menjadi lebih
baik, maka sangatlah mungkin klas buruh bisa merubah hidupnya dan keluarga
menjadi sejahtera dan merubah tatanan kapitalisme yang menghisap menjadi
tatanan yang tidak menghisap dan sejarah itupun telah mengajarkan kita. Tentu
saja tidak selesai hanya pada tataran pandangan saja tapi juga
termanifestasikan pada tindakan-tindakan nyata.
Situasi obyektif hari ini di
mana kapitalisme masih menjadi penguasa atas kendali ekonomi politik di
Indonesia bahkan dunia prinsipnya tidak memberikan jaminan atas kesejahteraan
rakyat terkhusus klas buruh Indonesia justru menampakkan segi-segi hubungan
yang terbalik-satu segi semakin memperkaya klas pemodal dan disegi yang lainnya
semakin memiskinkan klas buruh. Sekedar sebagai indikator atau ukuran melihat
hal ini sebagai alas bukti diantaranya; persoalan upah yang masih dalam konsep
politik upah murah dengan kata lain upah buruh hingga sekarang masih jauh dari
ukuran layak, persoalan status kerja yang tidak mampu memberikan jaminan
kepastian karena Trend praktik kerja kontrak&outsourcingn yang sudah masuk
keranah bagian-bagian inti produksi dan itu dibenarkan dalam Undang-Undang
ketenagakerjaan, praktik pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak tetep terjadi,
praktik union busting atau pemberangusan serikat dan masih banyak lagi praktik-praktik
yang hakikatnya semakin menghantarkan klas buruh pada keterpurukan hidup.
Tidaklah tanpa sebab,
praktik-praktik penghisapan klas buruh bukan suatu keniscayaan yang mau tidak
mau harus terjadi, kenyataan tersebut terjadi merupakan suatu design yaitu
sengaja dirancang supaya penumpukkan keuntungan sebesar-besarnya itu tetap
berada ditangan-tangan segilintir/minoritas klas pemodal. Konsep liberalisasi
ketenagakerjaan yang terwujud dalam program Labour Fleksibilty (LMF) merupakan
upaya-upaya membawa klas buruh pada logika pasar di mana buruh tidaklah lebih
hanya sebuah komoditi yang bisa diperjualbelikan seperti komoditi
lainnya-ketika dibutuhkan akan diperkerjakan, ketika tidak dibutuhkan lagi akan
dibuang. Sesungguhnya buruh dalam hukum pasar hanya memiliki kebebasan menjual
tenaganya karena hanya itu yang dimiliki bukan kebebasan sejati yang memiliki
kedaulatan penuh menentukan arah hidupnya.
Tidaklah tanpa akibat,
Kapitalisme dengan payung pasar bebas berakibat pada priodesasi krisis atau
malapetaka bagi mereka sendiri dan malapetaka bagi rakyat terkhusus klas buruh.
Ambil saja contoh Krisis tahun 2008-2011 berakibat pada stagnasi modal
bahasanya sederhannya mengalami ketidakstabilan ekonomi. Lihat saja Amerika,
negara yang dikenal sebagai super power menjadi salah satu negara yang terlilit
hutang, mengalami defisit anggaran, mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi dan
akan menjadi negara bangkrut (tinggal menunggu waktu) padahal pandangan
kebayakan orang hal itu tidaklah mungkin tapi itulah faktanya (bukti situasi
itu tidak bersifat tetap). Contoh lainnya negara-negara Eropa (Uni Eropa)
mengalami hal yang sama, persoalan krisis ekonomi.
Bagi klas buruh sudah pasti
merasakan dampaknya, di negara amerika dan uni eropa misalnya terjadi pemutusan
hubungan kerja(PHK) berarti penambahan angka pengangguran, penambahan angka
kemiskinan, pemotongan/penurunan besaran upah, penurunan tingkat daya beli pada
akhirnya semakin memundurkan tingkat kesejahteraan klas buruh dan dampak-dampak
lainya.
Indonesia yang sudah lama
mengikat diri atau menggantungkan kedaulatan ekonomi politiknya pada ekonomi
Liberal atau pasar bebas tentu tidak akan telepas dari pengaruh krisis
kapitalisme. Penurunan nilai ekspor yang berakibat pada penurunan anggaran
negara misalnya, pemutusan hubungan kerja yang terjadi secara nasional sejak
2008-2011 dan baru-baru ini ditengah masih kecilnya besaran upah klas pemodal
akan melakukan penangguhan upah, akan melakukan efisiensi, akan melakukan
pengurangan-pengurangan hak-hak ekonomi buruh dan tindakan-tindakan lain yang
akan dijalankannya, kesemuanya itu tidak lain tidak bukan merupakan
imbas/dampak dari krisis ekonomi. Sementara negara/rezim berkuasa nasional
hingga daerah semakin mempertegas posisinya sebagai pelayan tuan modal.
Demikianlah situasinya,
dalam situasi normal saja praktik penghisapan klas buruh tetap terjadi apalagi
di situasi tidak normal seperti krisis bisa dipastikan praktik penghisapan itu
kadarnya akan lebih besar, lagi-lagi klas buruh lah yang akan menjadi
tumbal/korban atas situasi ini.
Disisi yang lain klas buruh
(diluar serikat buruh kuning) patut kita akui secara jujur dalam ukuran
kuantitas (jumlah massa anggota) masihlah kecil
dan secara kualitas belum sampai pada tingkat yang lebih tinggi biak
kapasitas pengetahuannya maupun kualitas perjuangannya. Kecil bila dibandingkan
dengan jumlah klas buruh keseluruhan ataupun bila dibandingkan dengan serikat
buruh kuning, belum pada tahap kualitas yang tinggi dalam arti perjuangan
gerakan klas buruh masih dominan didasarkan karena persoalan-persoalan normatif
seperti upah, jamsostek dll tanpa harus mengatakan bahwa itu tidak penting.
Normatif merupakan hal sangat penting dan itu patut dituntut tapi persoalan
prinsip klas buruh lebih dari pada persoalan-persoalan normatif ekonomistik.
Disamping itu juga kualitas
pengetahuan gerakan buruh/serikat buruh belum beranjak dari pemahaman akan
hak-hak normatif yang termaktub dalam regulasi seperti Undang-Undang dan itupun
belum maksimal terkonsumsi. Sementara hal-hal lain diluar itu keumumannya masih
belum banyak menjadi konsumsi-konsumsi wajib klas buruh. Maka disetiap serikat-serikat
buruh disegi kualitas cara berfikirnya berperan sebagai sekolah-sekolah atau wadah
belajar bersama, berjuang bersama dan menang secara bersama.
Belum lagi segi-segi lain
diinternal gerakan buruh seperti persoalan persatuan yang masih lemah artinya
belum ada persatuan klas buruh yang betul-betul kuat secara kuantitas dan
kualitas sehingga melahirkan kesatuan pandangan dan tindakan.
Kalau klas buruh berhadapan
musuh yang sangat kuat baik kualitas maupun perkakas pendukungnya tentulah
tidak cukup kuat untuk memenangkan perjuangan sekarang maupun kedepannya
manakala gerakan buruh hanya ditumpukan semata-mata pada kualitas hal-hal
normatif langsung apalagi mempercayakan energinya pada kelompok lain seperti
elit-elit politik yang notabenenya berkarakter borjuis yaitu bekerja untuk
melayani tuan modal, sehingga kuantitas dan kualitas kekuatan gerakan buruh
menjadi hal yang niscaya harus dijawab, apalagi analisa situasi obyektif yang
berkembang tersimpulkan akan semakin memperparah kondisi kehidupan klas buruh
sekarang dan kedepannya.
Diluar segala keterbatasan
gerakan buruh hari ini tentu tidak akan menjadi dasar untuk tidak segera
menjawab keterbatasan tersebut, sebaliknya hal itu menjadi tamparan keras bagi
setiap klas buruh/gerakan buruh untuk segera menjawab keterbatasan dan
memajukan geraknya hingga pada titik kemenangan klas buruh itu tercapai. Dan
sesungguhnya kemenangan kelas buruh tidaklah terletak pada hasilnya langsung
tapi semakin meluasnya persatuan klas buruh.
·
Sekilas
Tentang KPGB
Komite Pendidikan Gerakan
Buruh (KPGB) lahir atas situasi obyektif yang semakin menunjukkan secara terang
dan jelas ketidakberpihakannya pada klas buruh dan situasi internal gerakan
yang bersifat harus segera memajukan kualitas perjuangan untuk dapat semakin
mendekatkan diri pada kemenangan sebenar-benarnya kemenangan.
KPGB tidaklah lahir atas
keinginan kuat individu, tidaklah lahir karena kepentingan individu atau
kelompok tetentu, tidak pula lahir atas inisiatif elit politik dan pengusaha
(jangan pernah terjadi), aka tetapi lahir atas dasar kebutuhan-kebutuhan nyata
dari masing-masing organisasi yang terlibat di dalamnya.
Kebutuhan-kebutuhan akan
pentingnya menjawab masalah pendidikan dan propaganda serta pentingnya
pendidikan skill (keahlian langsung) seperti skill advokasi, skill propaganda,
skill managerial organisasi dan lainnya dorongan kuat terbentuknya komite
pendidikan gerakan buruh.
Selain beberapa hal itu KPGB
dibentuk sebagai wadah bersama dalam memperbesar kekuatan atau memperluas
struktur organisasi baik di masing-masing organisasi maupun secara bersama
singkatnya wadah bersama tempat belajar membangun persatuan dengan prinsip
saling menguatkan masing-masing organisasi, memperkuat solidaritas diantara
gerakan/klas buruh dan proses bersama menuju alat yang besar dan kuat.
Atas dasar itu Gerakan
Serikat Buruh Indonesia (GESBURI), Serikat Pekerja Kereta Api Jabodetabek
(SPKAJ) dan Federasi Perjuangan Buruh Jabodetabek (FPBJ) bersepakat membentuk
wadah bersama dengan nama Komite Pendidikan Gerakan Buruh. Ini adalah sebuah
awalan, artinya KPGB tidak berhenti pada jumlah 3 organisasi saja tapi ada
kebutuhan terus memperluas persatuan tidak hanya di sekitaran Jabodetabek tapi
juga ditingkat nasional karena KPGB sekali sebuah wadah untuk berproses bersama
menjadi organisasi yang besar dan kuat.
Ada begitu banyak hal yang
memang harus dijawab bersama karena masing-masing internal organisasi memiliki
kekurangan-kekurangan dan juga kelebihan-kelebihan, maka saling menutup
kekurangan dengan kelebihan masing-masing adalah bagian dari arti penting bersatu
dan berjuang bersama menuju kesejahteraan sejati.
Berangkat dari uraian
singkat di atas menjadi penting melakukan pelatihan bersama sebagai bagian dari
tindakan membangun dan memajukan gerakan Buruh secara kuantitas dan kualitas.
I. Targetan
· Menanamkan kesadaran tentang siapa buruh
· Menanamkan kesadaran tentang pentingnya
berorganisasi bagi buruh dalam
melakukan perjuangan baik untuk dirinya sendiri
maupun untuk keluarganya
· Menanamkan kesadaran kerja kolektive
· Terbangunnya solidaritas sesama kaum buruh
III. Materi
1. Pengantar
cara Berfikir
2. Sejarah
Perkembangan Masyarakat
3. Sejarah
gerakan Buruh
4. Pengantar
keorganisasian
5. Pengantar
kritis hukum perburuhan
6. Metode
perjuangan Buruh
IV.
Peserta :
Peserta
pelatihan bersama KPGB adalah anggota yang belum mengikuti pelatihan tahap I
atau yang sudah direkomendasikan oleh masing-masing organisasi. Total peserta
pelatihan tahap dasar sebanyak 55 orang.
V. Tempat dan waktu
Acara
pelatihan bersama KPGB dilaksanakan pada tanggal 13-15 Januari 2012 bertempat
di Cilember-Bogor. Jadwal Terlampir.
VI.
Penutup
Demikian TOR diskusi bersama ini dibuat. Semoga apa yang
menjadi harapan bersama dalam pelatihan ini dapat tercapai.
Buruh Bersatu tak bisa dikalahkan..!!!
Buruh berkuasa Rakyat Sejahtera..!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar