Senin, 16 Januari 2012



Sistem Ketenagakerjaan yang Fleksibel Dampak Dari Neo Liberalisme.
(honorer, kontrak dan borongan )

Persoalan baru dan serius telah menghantui kaum buruh Indonesia akibat kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah melalui Undang-Undang No : 13 tahun 2003 tentang pokok-pokok ketenagakerjaan. Legalisasi outsourching (tenaga kerja dari luar), sistem kontrak, labour suplly (penyalur buruh) menambah beban sosial baru bagi kalangan buruh di Indonesia. Ketiga persoalan tersebut merupakan fenomena baru yang terlembagakan atas persoalan relasi hubungan industrial yang terjadi. Hubungan kerja yang dulu lebih bersifat pasti sekarang menjadi lebih fleksibel dalam segala hal baik itu fleksibel pada soal upah, fleksibel soal jam kerja dan fleksibel soal status kerja, serta fleksibel dengan jenis-jenis pekerjaan (tak perlu keahlian spesifik). Kalangan buruh Indonesia menghadapi babak baru yakni labour market fleksibility (sistem ketenagakerjaan yang fleksibel), artinya mulur mungkret atau luwes soal relasi antara buruh majikan yang berdampak mengenai upah, jam kerja dan status kerja. Lalu apa yang menjadi latar belakang berlangsungnya pasar karet tenaga kerja sehingga menjadi tren pengusaha dalam memperlakukan buruhnya? Lalu bagaimana nasib buruh selanjutnya setelah sistem ketenagakerjaan yang fleksibel itu di legalisaiskan?



Disisi lain alasan pemogokan selalu menjadi keluhan pengusaha terutama pengusaha asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, padahal perlawanan kaum buruh baru terbatas pada persoalan normatif yang tidak diberikan oleh pengusaha. Sementara biaya siluman yang dikeluarkan oleh pengusaha tak pernah di selesaikan oleh pemerintah sendiri. Bahkan pengusaha sendiri sebenarnya lebih besar mengeluarkan biaya siluman daripada biaya untuk buruhnya. Menurut keterangan Bomer Pasaribu (mantan Menaker) biaya siluman di Indonesia itu sekitar 30% dari biaya produksi”, sementara untuk upah buruh kurang dari 20% biaya produksi. Artinya iklim investasi di Indonesia tidak menarik bukan karena gerakan serikat buruh yang ngawur tetapi memang karena persolan suap menyuap yang menjadi rumus bisnis di Indonesia.

Pemerintah Tidak Mampu Menyelesaikan Permasalahan Buruh Dan Melepas Tanggung Jawabnya

Perseliihan ketenagakerjaan yang tak mampu diselesaikan pemerintah tertera dalam UU No 12 tahun 1964 dan 22 tahun 1957 serta UU No : 5 tahun 1986 menimbulkan berbagai masalah yakni produk hukum yang ada belum mengatur perselisihan antar SP/SB, tidak mengenal perselisihan perorangan, tidak mengatur perselisihan di lingkungan BUMN, terkesan kuatnya campur tangan Pemerintah misalnya veto menteri, waktu penyelesain yang lama apalagi jikalau sampai Kasasi MA Ketika terjadi penumpukan kasus perburuhan di
pemerintahan akan menimbulkan kerawanan sosial dikalangan buruh serta menimbulkan potensi ketidakpercayaan rakyat terhadap kinerja pemerintahan. Hal inilah merupakan alasan pemerintah untuk melakukan perubahan sistem dalam ketenagakerjaan. (Simak data kasus yang ditangani P4P; tahun-tahun pertumbuhan ekonomi stabil)

Bayangkan ketika sistuasi sedang krisis maka banyak perselisihan yang timbul dan ini membuat beban pemerintah semakin berat. Bisa dipastikan selain kegagalan pemerintah dalam menyelesaikan persolan perburuhan cepat dan murah serta menguntungkan buruh tidak mampu dilakukan maka pemerintah merubah model penyelesaian perburuhan yang lebih fleksibel, waktu cepat dan mengurangi intervensi serta keterlibatan pemerintah. Hal ini akan menghindari tuntutan kaum buruh kepeda pemerintah tentang tanggung jawabnya. Selain itu juga menyesuaikan model penyelesaian dengan model ketenagkerjaan yang fleksibel. Salah satu latar belakang kemunculan Undang-undang NO :2 tahun 2004 adalah jawaban atas ketidakmampuan pemerintah dalam menyelesaikan persolan buruh dan tuntutan jutaan kaum buruh dalam bentuk demontrasi di mana-mana.
Berbagai faktor yang disebutkan diatas tersebut merupakan kondisi obyektif yang menimpa kaum buruh di Indonesia sehingga pemerintah menempuh solusi ekonomi neo liberal dalam dunia ketenagakerjaan. apalagi dengan mempertimbangkan situasi perburuhan setelah krisis dimana upah buruh meningkat 300% , beberapa kebijakan perburuhan masih menggunakan orde lama sehingga merugikan kaum pemodal, serta kondisi serikat buruh yang tak pernah untuk berhenti melawan. Kontradiksi antara menciptakan lapangan kerja dan melindungi buruh, pertimbangan bahwa proteksi akan menghasilkan :berkurangnya profit, pemecatan, pengangguran, pelarian modal atau dapat dikatakan iklim investasi yang tidak menarik.

situasi perburuhan yang lentur tersebut akan membahayakan kaum buruh, Lalu apa sebenarnya dan bagaimana konsep tentang labour market fexibility itu ? Labour market flexibility menurut konsep pasar yakni kemampuan pasar tenaga kerja menyesuaikan perubahan kondisi ekonomi (menyerap perubahan) untuk menyesuaikan jumlah dan waktu kebutuhan tenaga kerja, flexibilitas mengenai upah sesuai dengan produktivitas dan profitabilitas, menyesuaikan pekerjaan/tugas sesuai dengan perubahan permintaan. Intinya adalah tenaga kerja sebagai faktor produksi, orientasi dan ketahanan korporasi, serta stabilitas ekonomi dan pertumbuhan. Mengapa diperlukan oleh para pemilik dan perencana modal menyukai sistem LMF tersebut?. Ditinjau dari makro perekonomian, seperti prinsip pasar lainnya, pasar tenaga kerja di tentukan oleh mekanisme supply and demand. Pasar tenaga kerja harus mampu menyesuaikan perubahan ekonomi baik dari segi jumlah, kemampuan, kapasitas, pendidikan, penyebaran wilayah. Sedangkan dari sudut mikro korporasi pasar karet tenaga kerja diperuntukkan guna menyesuaikan dengan pengaruh luar berkaitan dengan permintaan pelanggan, pesaing baru, supplier barang subtitusi. Juga di peruntukkan meminimalkan biaya tenaga kerja dan biaya operasional perusahaan. Serta mempertahankan kompetisi berkaitan dengan pengendalian biaya dan peningkatan kualitas.

Bentuk-bentuk flexibilitas tenaga kerja meliputi :

1.Waktu yang fleksibel : setiap waktu, kerja shif yang dipisah-pisah, kerja yang terus menerus (produksi sesuai dengan pesanan serta disesuaikan ketersediaan tenaga kerja)

2.Status kerja yang fleksibel misalnya kerja paruh waktu, sistemkontrak dengan jangka waktu tertentu, dan kerja musiman.

3.Upah yang fleksibel misalnya, jika mencapai target dapat bonus, (pengupahan berkaitan dengan produktivitas)

4.Tata aturan fungsional dan kemampuan kerja yang fleksibel : Perubahan dalam tugas-tugas dan keahlian tenaga kerja contoh menghilangkan batas-batas keahlian profesi, multifungsi untuk segala jenis pekerjaan, menghilangkan kebutuhan keahlian kerja khusus.

5.Status kerja atau pengaturan kerja yang fleksibel semisal buruh sub kontrak

Privatisasi kasus perburuhan

Akibat ekonomi neo liberal maka persoalan perburuhan juga di swastanisasikan, artinya pemerintah mengurangi campurtangannya dalam sengketa perburuhan. Setelah dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan No : 13 tahun 2003 yang sudah berlaku hak mogok kaum buruh di persulit, peran serikat buruh mulai terbatas selanjutnya dalam penyelesain sengketa perburuhan, buruh pun juga secara sendiri-sendiri akan menyelesaikan sengketa yang akan terjadi. Serikat buruh diberi kesempatan selama 8 bulan untuk bersiap diri menghadapi mekanisme yang baru dalam sengketa perburuhan. Tapi siapkah sebenarnya serikat buruh di Indonesia. Serikat buruh di Indonesia baru berdiri muali 1998 jadi baru punya pengalaman sekitar 5 tahun, belum lagi politik represif yang di terapkan pemgusaha maka serikat buruh sangat tidak siap menghadapi mekanisme baru tersebut. Jauh-jauh hari banyak serikat buruh sudah melakukan penolakan untuk pemberlakuan undang-undang tersebut.

Tantangan bagi gerakan buruh

Apa yang diatur dalam UU No : 13 tahun 2003 seakan-akan melindungi kaum buruh seperti yang terdapat dalam pasal 59 ayat 1, hanya bisa di terapkan untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu, yakni pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaianya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 tahun, pekerjaan yang bersifat musiman ;atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan.

Pada ayat berikutnya (2) tertera bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Kemudian ayat (4) berbunyi paling lama 7 hari sebelum perjanjian waktu kerja tertentu berakhir telah memberitahukan maksudnya maksudnya kepada pekerja secara tertulis kepada pekerja yang bersangkutan. Ayat 5 “pembaharuan waktu kerja tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya perjanjian waktu kerja tertentu yang lama. Pembaharuan ini hanya dapat dilakukan 1(satu) kali dan dengan waktu palinglama dua (2) tahun. Dan ayat 6 “ perjanjian waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat satu(1), dua(2), empat (4), lima (5), enam(6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja tidak tertentu. Pada pasal 37 perusahaan boleh memperkerjakan buruh dari lembaga penyedia jasa tenaga kerja baik swasta maupun dari pemerintah. Akibatnya lemahnya bagian pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan suburnya KKN di lingkungan Dinas Tenaga Kerja dipastikan pasal-pasal tersebut tidak berfungsi.

Banyak perusahan sudah memakai buruh kontrak dengan komposisi beragam. Bahkan dan yang mencapai komposisi 50%-50%. Sementara itu kondisi buruh kontrak di berbagai pabrik banyak dijumpai kesamaan. Pada umumnya buruh kontrak menempati jabatan operator diberbagai jabatan yang ada, umumnya berusia muda antara 20-35 tahun yang merupakan usia produktif, masa kontrak relatif singkat anatara 3 bulan sampai 1 tahun untuk sekali perjanjian dan apabila perusahaan masih memerlukan dapat di perpanjang.Perjanjian kontrak dibuat secara tertulis tapi sebagian buruh mengaku perusahaan tidak memberikan surat kontraknya, namun disimpan oleh perusahaan.Sebagian tidak mengetahui isi perjanjian kontraknya karena tidak sempat membaca, mereka hanya tahu batas waktu kontraknya, soal aturan yang lain tidak tahu. Kondisi perumahan juga buruk akibat mereka kost bersama –sama dengan falisitan MCK yang terbatas.Kondisi kualitas kesehatan yang terus merosot akibat upah yang hanya berkisar UMK atau bahkan kurang. Sehabis bekerja mereka tidak punya waktu banyak karena mereka bekerja lebih dari delapan(8) jam sehari sehingga waktu sosial mereka terbatas dan berimplikasi pada banyak hal sebagaimana mereka adalah makluk sosial yang harus terpenuhi kebutuhan sosialnya.
sasaran tempat relokasi pabrik dari kota-kota besar memakai sistem kerja kontrak untuk para buruhnya. perubahan dalam pemakaian buruh di pabrik dimana buruh tetap yang telah lama bekerja di perushaan di PHK dan perusahan melakukan rekruitmen baru dengan sistem kerja kontrak.

Khusus untuk buruh perempuan mengalami situasi kerja yang lebih khusus di bandingkan buruh laki-laki beberapa buruh perempuan harus bekerja lebih lama dan lebih giat untuk menopang pendapatan keluarga akibat suami kehilangan pekerjaan, atau pendapatannya kurang dari biasanya. Kecenderungan pengusaha dalam mencari buruh baru biasanya diambil dari perempuan-permpuan desa untuk bekerja di industri padat karya semisal garment atau kayu. Rata-rata perempuan tersebut tidak mengerti tentang hak-hak buruh, yang mereka tahu bahwa mereka statusnya adalah pekerja kontrak dan setiap 3 bulan sekali kontraknya di perbaharui. Pihak perusahaan juga tidak memberikan cuti yang seharusnya ia dapat semisal cuti haid. Dengan alasan kontrak buruh perempuan tersebut haknya dibedakan dengan harian tetap.

“ Inilah Neolibralisme ”.....Sebuah penjajahan baru buat rakyat Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar