Trotsky di dalam salah satu karya monumentalnya, Program Transisional, mengatakan bahwa: “Situasi politik dunia dalam keseluruhannya digambarkan oleh sebuah krisis kepemimpinan proletariat di dalam sejarah.”
Pernyataan ini bukanlah sebuah omong kosong, namun merupakan sebuah pengamatan yang berulang kali sudah terbukti secara positif di dalam kemenangan Revolusi Rusia dan secara negatif di dalam kegagalan banyak revolusi di dalam sejarah perjuangan kelas (termasuk kegagalan revolusi di Indonesia). Situasi objektif untuk sosialisme sudahlah matang dan bahkan sudah membusuk. Rakyat pekerja di seluruh penjuru dunia sudah berulang kali menunjukkan keberanian dan kegigihan mereka dalam berjuang untuk mengubah kondisi mereka, dan berulang kali mereka gagal dan harus membayarnya dengan sangat mahal.
Rakyat pekerja gagal bukan karena mereka tidak cukup berani atau karena mereka tidak pantas untuk memimpin revolusi. Bukan! Rakyat pekerja gagal karena mereka tidak memiliki sebuah kepemimpinan revolusioner yang mampu menggiring mereka ke garis akhir revolusi sosialis. Kepemimpinan yang mereka miliki adalah para reformis dan Stalinis yang menjual mereka ke kaum kapitalis.
Kepemimpinan yang revolusioner bukanlah satu atau dua orang yang karismatik dan revolusioner. Yang dimaksud disini adalah sebuah partai revolusioner yang mampu menyatukan kehendak jutaan rakyat pekerja menjadi satu kehendak bersama yang mampu menumbangkan kapitalisme, sebuah partai revolusioner yang merupakan inti sari dari pengalaman perjuangan kelas pekerja sedunia dalam praktek dan teori; pendek kata: sebuah partai sosialis revolusioner karena hanya Sosialismelah yang merupakan ideologi perjuangan kelas pekerja yang dapat menyatukan semua lapisan rakyat tertindas.
Seperti yang Marx katakan, kapitalisme menciptakan penggali kuburnya sendiri. Setiap kali kapitalisme memasuki krisis, ia akan menciptakan gerakan massa untuk menyelesaikan kontradiksi-kontradiksinya. Krisis kapitalisme kali ini akan menciptakan gerakan massa yang dahsyat yang tak pernah kita saksikan di dalam sejarah. Tetapi, gerakan massa sebagai unsur objektif tidak pernah secara otomatis dan spontan meraih kesimpulan revolusioner. Bila ini ada benarnya, maka kita hanya perlu ongkang-ongkang kaki saja sambil minum kopi dan revolusi akan terjadi sendirinya. Buat apa partai? Buat apa program?
Gerakan massa hanyalah unsur objektif saja, kita membutuhkan unsur subjektif. Disinilah peran organisasi revolusioner dengan ide dan perspektif yang mampu memberikan ekpresi yang terorganisir bagi gerakan massa. Gerakan massa adalah seperti air mendidih yang menghasilkan uap banyak; bila uap tersebut tidak digunakan, ia akan menghilang begitu saja. Sedangkan organisasi revolusioner adalah seperti piston mesin yang akan memusatkan kekuatan uap tersebut menjadi tenaga gerak yang akan menghancurkan segala rintangan. Disinilah letak peran organisasi revolusioner.
Sudah terlalu banyak contoh di dalam sejarah gerakan buruh dimana ketiadaan partai revolusioner mengakibatkan gagalnya gerakan tersebut. Seperti yang Trotsky katakan di dalam Program Transisional: “Situasi politik dunia dalam keseluruhannya digambarkan oleh sebuah krisis kepemimpinan proletariat di dalam sejarah”. Kelas pekerja telah menunjukkan kerevolusionerannya, mereka telah menunjukkan keberaniannya. Yang diperlukan sekarang adalah sebuah partai yang dapat memberikan sebuah kepemimpinan revolusioner kepada gerakan massa.
Mari bersama-sama kita bangun kepemimpinan revolusioner ini....!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar